Langsung ke konten utama

Makalah Sejarah Peradaban Islam - Dinsati Abbasiyah


BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Kekhalifahan Abbasiyah (Arab: الخلافة العباسية, al-khilāfah al-‘abbāsīyyah) atau Bani Abbasiyah (Arab: العباسيون, al-‘abbāsīyyūn) adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dunia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukkan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari paman Nabi Muhammad yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim. Keturunan dari Bani Abbasiyah termasuk suku al-Abbasi saat ini banyak bertempat tinggal di timur laut Tikrit, Iraq sekarang.

B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimana Sejarah Pemerintahan Dinasti Abbasiyah?
2.         Apa Saja Kemajuan-kemajuan pada Masa Dinasti Abbasiyah?
3.         Apa Saja Faktor-faktor Kemunduran Dinasti Abbasiyah?

C.      Tujuan Penulisan
1.         Memahami Tentang Sejarah Pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
2.         Mengetahui Kemajuan-kemajuan pada Masa Dinasti Abbasiyah.
3.         Mengetahui Faktor-faktor Kemunduran Dinasti Abbasiyah.



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sejarah Pemerintahan Dinasti Abbasiyah
1.         Proses Terbentuk Dinasti Abbasiyah
Sebagaimana diketahui bahwa kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750 M) s. d 656 H (1258).
Ketika dinasti Umayyah berkuasa Bani Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Pada awalnya Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas menjalankan kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani Hasyim di Parsi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Selanjutnya pada masa pemerintahan Khalifah Marwan II, pertentangan ini semakin memuncak dan akhirnya pada tahun 750, Abu al-Abbas al-Saffah berhasil meruntuhkan Daulah Umayyah dan kemudian dilantik sebagai khalifah.
Orang-orang Abbasiyah sebut Abbasiyah merasa lebih berhak daripada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang Umayah secara paksa menguasai khalifah melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa melakukan pemberontakan terhadap Umayah.

2.         Periodisasi Pemerintahan Dinasti Abbasiyah
a.    Periode Pertama (750-847 M)
Diawali dengan Tangan Besi. Sebagaimana diketahui Daulah Abbasiyahdidirikan oleh Abu Abas. Dikatakan demikian, karena dalam Daulah Abbasiyah berkuasa dua dinasti lain disamping Dinasti Abasiyah. Ternyata dia tidak lam berkuasa, hanya empat tahun. Pengembangan dalam arti sesungguhnya dilakukan oleh penggantinya, yaitu Abu Jakfar al-Mansur (754-775 M). Dia memerintah dengan kejam, yang merupakan modal bagi tercapainya masa kejayaan Daulah Abasiyah.
Pada periode awal pemerintahan Dinasti Abasiyah masih menekankan pada kebijakan perluasan daerah. Kalau dasar-dasarpemerintahan Daulah Abasiyah ini telah diletakkan dan dibangun olh Abu Abbas as-Safak dan Abu Jakfar al-Mansur, maka puncak keemasan dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, sejak masa khalifah al-Mahdi (775-785 M) hinga Khalifah al-Wasiq (842-847 M). zaman keemasan telah dimulai pada pemerintahan pengganti Khalifah Al-Jakfar, dan mencapai puncaknya dimasa pemerintahan Harun Al-Rasyid. Dimasa-masa itu para Khalifah mengembangkan berbagai jenis kesenian, terutama kesusasteraan pada khususnya dan kebudayaan pada umumnya.

b.      Periode Kedua (232 H/ 847 M – 334H/ 945M)
Kebijakan Khalifah Al-Mukasim (833-842 M untuk memilih anasir Turki dalam ketentaraan kekhalifahan Abasiyah dilatarbelakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa Al-Makmun dan sebelumnya.khalifah Al-Mutawakkil (842-861 M) merupakan awal dari periode ini adalah khalifah yang lemah.
Pemberontakan masih bermunculan dalam periode ini, seperti pemberontakan Zanj didataran rendah Irak selatan dan Karamitah yang berpusa di Bahrain. Faktor-faktor penting yng menyebabkan kemunduran Bani Abas pada periode adalah. Pertama, luasnya wilayah kekuasaan yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat. Yang kedua, profesionalisasi tentara menybabkan ketergantungan kepada mereka menjadi sangat tinggi. Ketiga, kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat besar. Setelah kekuatan militer merosot, khalifah tidak sanggup lagi memaksa pengiriman pajak kebaghdad.

c.       Periode Ketiga (334 H/945-447 H/1055 M)
Posisi Daulah Abasiyah yang berada dibawaah kekuasaan Bani Buwaihi merupakan cirri utama periode ketiga ini. Keadaan Khalifah lebih buruk ketimbang di masa sebelumnya, lebih-lebih karena Bani Buwaihi menganut aliran Syi’ah. Akibatnya keudukan Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara itu bani Buwaihi telah membagi kekuasaanya kepada tiga bersauara. Ali menguasai wilayah bagian selatan Persia, Hasan menguasi wilayah bagian utara, dan Ahmad menguasai wilayah al-ahwaz, Wasit, dan \Baghdad. Baghdad dalam periode ini tidak sebagai pusat pemerintahan Islam, karena telah pindah ke Syiraz dimana berkuasaAli bin Buwaihi.

d.      Periode Keempat (447 H/1055M-590 H/1199 M)
Periode keempat ini ditandai oleh kekuasaan Bani Seljuk dalam Daulah Abasiyah. Kehadirannya atas unangan Khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi di Baghdad. Keadaan Khalifah memang sudah membaik, paling tidak karena kewibawannya dalam bidang agama sudah kembali setelah beberapa lama dikuasai orang-orang Syiah.

e.       Periode Kelima (590 H/ 1199M-656 H / 1258 M)
Telah terjadi perubahaan besar-besaran dalam periode ini. Pada periode ini,Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menghancurkan Baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H/ 1256 M.


B.       Kemajuan-kemajuan pada Masa Dinasti Abbasiyah
Dalam setiap pemerintahan pada khususnya tentu memiliki perkembangan dan kemajuan, sebagaimana halnya dalam pemerintahan yang dipegang oleh dinasti Abbasiyah. Dinasti ini mempunyai kemajuan bagi kelangsungan agama islam, sehingga masa dinasti Abbasiyah ini dikenal dengan “The Golden Age of Islam.
Khilafah di Baghdad yang didirikan oleh Saffah dan Mansur mencapai masa keemasannya mulai dari Mansur sampai Wathiq dan yang paling jaya adalah periode Harun dan puteranya, Ma’mun. Istana khalifah Harun yang identik dengan megah dan penuh dengan kehadiran para pujangga, ilmuwan, dan tokoh-tokoh penting dunia. Dengan Harun  tercatat buku legendaries cerita 1001 malam. Baik segi politik, ekonomi, dan budaya, periodenya tercatat sebagai The Golden Age of Islam.
Adapun kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh dinasti Bani Abbasiyah ialah sebagai berikut :
1.    Bidang Administrasi
Sebelum Abbasiyah, dalam pemerintahan pos-pos terpenting diisi oleh Bani Umayyah notabene bangsa arab, namun pada masa abbasiyah orang non-arab  mendapat fasilitas dan menduduki jabatan strategis. Khalifah sebagai kepala pemerintahan,penguasa tertinggi sekaligus menguasai jabatan keagamaan, pemimpin sacral. Disebut juga bahwa para khalifah tidak peduli dan mentaati suatu aturan atau cara yang tetapuntuk mengangkat putera mahkota, yaitu sejak masa al-Amin. Pada masa ini, jabatan penting diisi oleh seorang wazir yang menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang digariskan oleh hukum Islam untuk mengangkat dan menurunkan para pegawai. Wazir adalah pelaksana non-militer yang diserahkan sang khalifah kepadanya. Ada dua macam wazir, yaitu wazir yang memiliki kekuasaan yang sangat tinggi(tafwid)dan wazir (tanfiz) yang kekuasaannya terbatas. Yang pertama disebut juga wazir utama atau sekarang sama dengan perdana menteri yang dapat bertindak tanpa harus direstui khalifah, termasuk mengangkat dan memecat para gubernur dan hakim. Pada saat para khalifah lemah, kekuasaan dan kedudukan wazir meningkat tajam. Sementara wazir tidak berkuasa penuh, hanya mentaaati perintah khlifah saja.
Kalau pada masa Umayyah terdapat lima kementrian pokok, yang disebut diwan, maka dimasa Abbasiyah kelima tersebut ditambah jumlahnya. Kelima kementrian tersebut ialah (1) Diwan al-jund (war of office). (2) diwan al-Kharaj (Department of Finance). (3) Diwan al-Rasal (Board of Correspondence). (4) Diwan al_khatam (Board og Signet). (5) Diwan al-Barid (Postal Department). Kelima diwan ini pada era Abbasiyah ada penambahan diwan diantaranya. (6)Diwan al-Azimah(the Audit and Account Board). (7) Diwan al-Nazri fi al-mazalim (Appeals and Investigation Boars). (8) Diwan al-Nafaqat (the Board of Expenditure). (9) Diwan al-Sawafi (the Board of Crown Land). (10) Diwan al-Diya (the Board of States). (11) Diwan al-Sirr (the Board of Military Infection). Dan, (13) Diwan al-Tawqi’ (the Board Request).
Diwan-diwan aru yang dibentuk pada periode Abbasiyah antara lain, Diwan al-Syurtha (Police Department). Kepala polisi disebut Sahib al-Surtha yang beda dengan zaman Umayyah, mereka terbagi tugasnya sesuai dengan kondisi wilyahnya. Tugas mereka paling utama adalah menjamin dan memelihara keamanan, harta, dan nyawa masyarakat. Sementara itu, polisi biasa ada dibawah kendali muhtasib.
Dari diwan-diwan yang dibentuk memiliki tugas masing-masing dalam pemerintahan daulah Abbasiyah yang mempunyai peranan yang sangat penting. Demi kelancaran admiinistrasi wilayah kekuasaan Abbasiyah dibagi dalam beberapawilayah administrasi yang dapat disebut provinsi dan masing-masing provinsi yang dikepalai seorang Amir yang melaksanakan tugas khalifah dan bertanggung jawab kepadanya. Khalifah yang mengangkat dan memecat atau memindahkan ke Provinsi lain. Pada umumnya, pendapatan provinsi digunakan untuk provinsi dan sisanya di kirim ke pemerintah pusat.

2.      Dalam Bidang Sosial
Philip Khore Hitti, bahwa para sejarawan Arab lebih berkonsentrasi pada persoalan Khalifah Abbasiyah, lebih mengutamakan persoalan politik dibandingkan dengan persoalan lain, yang menyebabkan mereka tidak begitu memberikan gambaran memadai tentang kehidupan sosial-ekonomi. Dengan adanya asimilasi, Aab-Mawali membawa dinasti ini kehilangan jati diri sebagai bangsa Arab menjadi bangsa majemuk. Untuk memperlancar proses pembaruan antara Arab dengan rakyat taklukan, lembaga poligami, selir, dan perdagangan budak terbukti efektif. Saat unsur Arab murni surut, orang Mawali dan anak-anak perempuan yang dimerdekakan, mulai menggantikan posisi mereka. Aristokrasi Arab mulai digantikan oleh hierarki pejabat yang mewakili berbagai bangsa, yang semula didominasi oleh Persia dan kemudian oleh Turki.

3.      Kegiatan ilmiah
Pada periode Abbasiyah adalah era baru dan identik dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Dari segi pendidikan, ilmu pengetahuan termasuk science, kemajuan peradaban, dan kultur pada zaman ini bukan hanya identik sebagai masa keemasan Islam, akan tetapi era ini mengukur dengan gemilang dalam kemajuan peradaban dunia. Semasa dinasti Umayyah kegiatan dan aktivitas nalar ilmu yang ditanam itu berkembang pesat yang mencapai puncakya pada era Abbasiah.
Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan Dunia Islam selalu bermuara  pada masjid. Masjid dijadikan centre of education. Pada Dinasti Abbasiyah inilah mulai adanya pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan kedalam ma’had.
Abad X Masehi disebut abad pembangunan daulah Islam,iyah dimana dunia Islam, mulai dari Cordon di Spanyol sampai ke Multan di Pakistan, mengalami kebangunan di segala bidang, terutama dalam bidang berbagai macam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Duni Islam, pada waktu itu dalam keadaan maju, jaya dan makmur.
Diantara pusat-pusat ilmu pengetahuan dan filsafat yang terkenal ialah Damaskus, Alexandria, Qayrawan, Fustat, Kairo, al-Madaain, Jundeshahpur, dan lain-lain. Banyaknya cendekiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintahan dan istana para kahlifah Abbasiyah, misalnya Mansur yng banyak mengangkat pegawai pemerintahan dan istana dari cendekiawan-cendekiawan Persia. Yang terbesar dan banyak berpengaruh pada mulanya ialah keluarga Barmak dan kemudian, seperti jabatan wazir yang diberikn Mansur kepada Khalid ibn Barmak,  kemudian ke anak dan cucu-cucunya. Mereka ini berasal dari Bactra, dikenal sebagai keluarga yang gemar pada ilmu pengetahuan dan filsafat, yang condong kepada paham Mu’tazilah. Mereka disamping sebagai wazir, juga menjadi pendidik anak-anak Khalifah. Diakuinya Mu’tazilah sebagai mazhab resmi Negara pada masa Khalifah Ma’mun (827 M). Mu’tazilah adalah aliran yang menganjurkan kemerdekaan dan kebebasan berfikir kepada manusia. Aliran ini telah berkembang dalam masyarakat terutama pada masa awal Dinasti Abbasiyah, yang banyak memajukan kegiatan intelektual dengan lebih menggunakan rasio baik dalam penerjemahan ilmu-ilmu luar maupun memadukan dengan ajaran Islam. Inilah faktor utama jasa mereka memelihara Yunani dan selanjutnya dikembangkan melalui Kairo, dan selanjutnya di transfer melalui pusat-pusat kegiatan ilmiah di Eropa Barat Daya seperti Seville, Cordova, al-Hamra.
Pribadi beberapa Khalifah terutama pada masa awal Abbasiyah seperti Mansur, Harun, dan Ma’mun adalah kutu buku dan sangat mencintai ilmu pengetahuan sehingga terpengaruh dalam kbijaksanaannya yang banyak ditujukan kepada peningkatan ilmu pengetahuan. Selain itu semua, karena permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam semakin kompleks dan berkembang, oleh karena itu perlu dibuka ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang, khususnya ilmu-ilmu naqli eperti ilmu agama, bahasa, dan adab. Adapun ilmu aqli seperti kedokteran, Manthiq, olahraga, ilmu angkasa luar dan ilmu-ilmu yang lain telah dimulai oleh umat Islam dengan metode yang teratur. Kegiatan ilmiah dikalangan umat Islam, semasa Abbasiyah yang menandakan Islam memperoleh kemajuan disegala bidang.
Adapun ilmu yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah terdiri dari perkembangan ilmu naqli (sumber dari Al-Qur’an dan Hadis) yaitu seperti ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu kalam,ilmu tasawuf, ilmu bahasa, ilmu fiqih,serta pembukuan kitab-kitab hukum. Sedangkan perkembangan ilmu aqli diantaranya ilmu kedokteran dan ilmu filsafat, dan lain lain.

4.      Bidang Pemerintah
Pada masa kejayaan Islam banyak Khalifah mencintai dan mendukung penuh atas aktivitas mereka paling menonjol dan besar melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan yang paling besar melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan yang paling besar peranannya dalam mentransfer ilmu pengetahuan. Mereka menerjemahkan dari buku-buku asing, seperti bahasa Sansekerta, Suryani, atau Yunani kedalam bahasa arab yang telah dimulai sejak zaman Umayyah. Misalnya, Khalid ibn Yazid, seorang penguasa, pecinta ilmu yang memerintahkan kepada para cendekiawan Mesir atau yang tinggal di Mesir agar mereka menerjemahkan buku-buku tentang kedokteran, bintang, dan kimia yang berbahasa Ynani ke dalam bahasa arab. Demikian juga Khalifah Umar II menyuruh menerjemahkan buku-buku kedokteran kedalam bahsa arab.
Pada 832 M, Ma’mun mendirikan Bait al-HIkmah di Baghdad sebagai akademi pertama, lengkap dengan teropong bintang, perpustakaan, dan lembaga penerjemahan. Kepala akademi ini yang pertama adalah Yahya ibn Musawaih (777-857 M) murid Gibril ibn Bakhtisyu, kemudian diangkat Hunain ibn Ishaq, murid Yahya sebagai ketua kedua.
Sekitar akhir abad ke-10 m, kegiatan kaum muslibukan hanya menerjemahkan, bahkan mulai memberikan syarahan (penjelasan), dan melkukan tahqiq (pengeditan). Pada mulanya muncul dalam bentuk karya tulis yang ringkas, lalu dalam wujud yang lebih luas dan dipadukan dalam berbagai pemikiran dan petikan, analisis dan kritik yang disusun dalam bentuk bab-bab dan pasal-pasal. Dengan kepekaan mereka, hasil kritik dan analisis itu memancing lahirnya teori-teori baru sebagai hasil renungan mereka sendiri. Misalnya apa yang yang telah dilakukan oleh Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi dengan memisahkan aljabar dari ilmu hisab yang pada akhirnya menjadi ilmu tersendiri secara sistematis. Pada masa inilah lahir karya-karya ulama yang telah tersusun rapi. Semasa Abbasiyah muncul ulama-ulama besar.
Pada mulanya, para lama memelihara dan mentransfer ilmu mereka melalui hafalan atau lembaran-lembaran yang tidak teratur. Kemudian barulah abad ke-7 M,mereka menulis hadis, fikih, tafsir, dan banyak buku dari berbagai bahasa arab dan menjadi buku-buku yang disusun secara sistematis. Diantara kebanggaan zaman pemerintahan Abbasiyah adalah terdapatnya 4 imam yaitu Abuu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad ibn Hanbal, mazhab fikih yang ulung ketika itu. Mereka merupakan para Ulama fikih yang paling agung dan tiada bandingannya di dunia Islam.


C.      Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Faktor penyebab kehancuran Abbasiyah diantaranya sebagai berikut:
1.         Faktor Internal
Semasa Abbasiyah wilayah kekuasaannnya meliputi barat sampai samudera Atlantik, disebelah timur sampai India dan perbatasan China, dan diutara dari laut Kashpia sampai keselatan, teluk Persia. Wilayah kekuasaan Abbasiyah yang hampir sama luasnya dengan wilayah kekuasaan dinasti Mongol, tidak mudah dikendalikan oleh para Khalifah yang lemah. Di samping itu, sistem komunikasi masih sangat lemah dan tidak maju saat itu, menyebabkan tidak cepat dapat informasi akurat apabila suatu daerah ada masalah, konflik, atau terjadi pemberontakan. Oleh karena itu, terjadinya banyak wilayah lepas dan berdiri sendiri. Sebenarnya pasca Khalifah Ma’mun dinasti ini  mulai mengalami kemunduran. Ementara itu jauhnya wilayah-wilayah yang terletak di ketiga benua tersebut, dan kemudian hari didorong oleh para Khalifah yang makin lemah dan malas yang dipengaruhi oleh kelompok-kelompok yang tidak terkendali bagi Khalifah.
Karena tidak adanya suatu sistem dan aturan yang baku menyebabkan sering gonta-gantinya putera mahkota dikalangan istana dan terbelahnya suara istana yang tidak menjadi keatuan bulat terhadap pengangkatan para pengganti Khalifah. Seperti perang saudara antara Amin-Ma’mun adalah bukti nyata. Disamping itu, tidak adanya kerukunan antara tentara, istana, dan elit politik lain yang juga memacu kemunduran dan kehancuran dinasti ini.
Selain agama juga faktor ekonomi cukup dominan atas lemahnya sendi-sendi kekhalifahan Abbasiyah. Beban pajak yang berlebihan dn pengaturan wilayah-wilayah (Provinsi) demi keuntungan kelas penguasa telah menghancurkan bidang pertaniandan industri. Saat para Wali, Amir, dan lain-lain termasuk kalangan istana makin kaya, rakyat justru makin lemah dan miskin. Dengan adanya independensi dinasti-dinasti tersebut perekonomian pusat menurun karena mereka tidak lagi membayar upeti kepada pemerintahan pusat. Sementara itu, disisi lain meningkatnya ketergantungan pada tentara bayaran. Disamping itu, faktor yang penting yaitu merosotnya moral para Khalifah Abbasiyah pada zaman kemunduran, serta melalaikan salahsatu sendi Islam, yaitu jihad.

2.      Faktor Eksternal
Disamping faktor-faktor internal, ada juga faktor ekstern yang membawa nasib dinasti ini terjun kejurang kehancuran total. Yaitu serangan Bangsa Mongol. Latar belakang penghancuran dan penghapusan pusat Islam di Baghdad, salahsatu faktor utama adalah gangguan kelompok Asasin yang didirikan oleh Hasan ibn Sabbah (1256 M) dipegunungan Alamut, Iraq. Sekte, anak cabang Syi’ah Isma’iliyah ini sangat mengganggu di wilayah Persia dan sekitarnya. Baik di wilayah Islam maupun di wilayah Mongol tersebut.
Setelah beberapakali penyerangan terhadap Assasin akhirnya Hullagu, cucu Chengis Khan dapat berhasil melumpuhkan pusat kekuatan mereka di Alamut. Kemudian menuju ke Baghdad. Setelah membasmi mereka di Alamut, tentara Mongol mengepung kota Baghdad selam dua bulan, setelah perundingan damai gagal, akhirnya Khalifah menyerah, namun tetap dibunuh oleh Hulagu. Pembantaian massal itu menelan korban sebanyak 800. 000 orang.
Ketika bangsa Mongol dapat menaklukkan Baghdad tahun 656/ 1258, ada seorang pangeran keturunan Abbasiyah yang lolos dari pembunuhan dan meneruskan Khilafah dengan gelar Khalifah yang berkuasa dibidang keagamaan saja dibawah kekuasaan kaum Mamluk di Kairo, Mesir tanpa kekuasaan duniawi yang bergelar sultan. Jabatan yang disandang oleh keturunan Abbasiyah dimesir itu akhirnya diambil oleh Sultan salami dan Turki Usmani ketika meguasai Mesir tahun 1517, dengan demikian, makahilanglah Khalifah Abbasiyah untuk selamnya.
Dalam buku yang ditulis Abu Su’ud, disebutkan faktor-faktor intern yang membuat Daulah Abasiyah lemah kekudian hancur antara lain : (1) adanya persaingan tidak sehat diantara beberapa bangsa yang terhimpun dalam Daulah Abasiyah, terutama Arab, Persia, dan Turki. (2) terjadinya perselisihan pendapat diantara kelompok pemikiran agama yang ada, yang berkembang menjadi pertumpahan darah. (3) munculnya dinasti-dinasti kecil sebagai akibat perpecahan social yang berkepanjangan. (4) akhirnya terjadi kemerosotan tingkat perekonimian sebagai akibat dari bentrokan politik.
Sedangkan faktor ekstern yang terjadi adalah (1) berlangsungnya Perang Salib yang berkepanjangan, dan yang paling menentukan adalah (2) sebuah pasukan Mongol dan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan, yang berhasil menjarah semua pusat-pusat kekuasaan maupun pusat ilmu, yaitu perpustakaan di Baghdad.



BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
·      750 - Abu al-Abbas al-Saffah menjadi Khalifah pertama Bani Abbasiyah.
·      752 - Bermulanya Kekhalifahan Bani Abbasiyah.
·      755 - Pemberontakan Abdullah bin Ali. Pembunuhan Abu Muslim.
·      756 - Abd ar-Rahman I mendirikan kerajaan Bani Umayyah di Spanyol.
·      763 - Pembangunan kota Bagdad. Kekalahan tentara Abbasiyyah di Spanyol.
·      786 - Harun ar-Rasyid menjadi Khalifah.
·      792 - Serangan ke utara Perancis.
·      800 - Kaidah keilmuan mulai terbentuk. Aljabar diciptakan oleh Al-Khawarizmi.
·      805 - Kampanye melawan Byzantium. Merebut Pulau Rhodes dan Siprus.
·      809 - wafatnya Harun ar-Rasyid. al-Amin dilantik menjadi khalifah.
·      814 - Perang saudara antara al-Amin dan al-Ma'mun. al-Amin terbunuh dan al-Ma'mun menjadi khalifah.
·      1000 - Masjid Besar Cordoba dibangun.
·      1005 - Multan dan Ghur ditawan.
·      1055 - Baghdad dikuasai oleh tentara Turki Seljuk. Pemerintahan Abbasiyah-Seljuk dimulai sampai sekitar tahun 1258 ketika tentara Mongol menghancurkan Baghdad.
·      1071 - Peristiwa Manzikert. Sultan Alp Arselan berhasil mengalahkan gabungan tentara salib yang dipimpin oleh Kaisar Romanos IV Diogenes.
·      1072 - Sultan Alp Arselan berhasil menguasai Asia Tengah (Anatolia). dan meneruskan kepungannya terhadap kerajaan Byzantium.
·      1085 - Tentara Kristen menawan Toledo, Spanyol.
·      1091 - Bangsa Norman merebut Sisilia, pemerintahan Muslim di sana berakhir.
·      1095 - Perang Salib pertama dimulai.
·      1099 - Tentara Salib merebut Baitulmuqaddis. Mereka membunuh semua penduduknya.
·      1144 - Nur al-Din merebut Edessa dari tentara Salib. Perang Salib Kedua dimulai.
·      1187 - Salahuddin Al-Ayubbi merebut Baitulmuqaddis dari tentara Salib. Perang Salib Ketiga dimulai.
·      1194 - Tentara Muslim merebut Delhi, India.
·      1236 - Tentara Salib merebut Cordoba, Spanyol.
·      1258 - Tentara Mongol menyerang dan memusnahkan Baghdad. Ribuan penduduk terbunuh. Kejatuhan Baghdad. Tamatnya pemerintahan Kerajaan Bani Abbasiyyah di Baghdad.

REFERENCES




Karim, M.Abdul. (2007). Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam cet.I. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Su’ud, Abu. (2003). Islamologi. cet. I. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sunanto, Musyrifah. (2003). Sejarah Islam Klasik, cet. I. Bogor: Prenada Media.

Yatim, Badri. (1998). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

https://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Abbasiyah


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Amar dan Nahi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memahami redaksi Al-Qur’an dan Al-Hadits bagaikan  menyelam ke dalam samudra yang dalam lagi luas, dibutuhkan kunci, metode dan keilmuan khusus untuk sampai ke sana sehingga kita bisa mengetahui maksud dan tujuan nash al-Qur’an dan Al-Hadits baik dari sudut teks maupun dari aspek makna. Di antara beberapa pembahasan yang berkaitan dengan hal tersebut, ada dua point penting yang keduanya harus diketahui secara mendalam oleh seorang calon Mujtahid. Objek utama yang akan dibahas dalam ushul fiqh adalah al-Qur’an dan sunnah Rasul sedang untuk memahami teks-teks dan sumber yang berbahasa Arab tersebut para ulama  telah menyusun semacam tematik yang akan digunakan dalam praktik penalaran fikih. Bahasa Arab menyampaikan suatu pesan dengan berbagai cara dan dalam berbagai tingkat kejelasan. Untuk itu para ahlinya telah membuat beberapa kategori lafal atau redaksi, di antara yang sangat penting dan akan dikemukakan disini. Antara lain tentang Am a r

Prasangka dan Diskriminasi, Pertentangan dan Integrasi Sosial

A.   Prasangka dan Diskriminasi 1.     Pengertian Prasangka Prasangka atau prejudice berasal dari kata latin prejudicium ,yang pengertiannya sekarang mengalami perkembangan sebagai berikut:  ·   Semula diartikan sebagai suatu preseden, artinya keputusan diambil atas dasar pengalaman yang lalu. ·   Dalam bahasa inggris mengandung arti pengambilan keputusan tanpa penelitian dan pertimbangan yang cermat, tergesa-gesa atau tidak matang.  ·   Untuk mengatakan prasangka dipersyaratkan pelibatan unsur emosional(suka-tidak suka)dalam keputusan yang telah diambil tersebut. Prasangka merupakan dasar pribadi seseorang yang setiap orang memilikinya, sejak masih kecil unsur sikap bermusuhan sudah nampak. Prasangka selalu ada pada mereka yang berfikirnya sederhana dan masyarakat yang tergolong cendekiawan, sarjana, dan pemimpin atau negarawan. Prasangka menunjukkan pada aspek sikap. Prasangka itu suatu sikap, yaitu sikap sosial. Menurut Morgan (1966), sikap adalah kecenderungan untuk

Pendekatan Pendidikan Aqidah

BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pendidikan aqidah sangat penting bagi kita apalagi kita sebagai pemeluk agama Islam harus mengerti tentang aqidah  Untuk itu kita perlu mempelajarinya sehingga kita mengerti dan bisa menjalankannya dalam kehidupan kita sehari-hari dan setelah kita memahaminya kita bisa memberitahukannya kepada orang lain yang belum tahu. Dan sebelum kita memberitahukan tentang aqidah kepada orang lain akan lebih baik jika kita mengetahui benuk-bentuk pendekatan pendidikan aqidah. Adapun bentuk-bentuk pendekatan pendidikan aqidah tersebut akan kami bahas dalam makalah ini. 1 . 2 .  Rumusan masalah 1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan pendidikan aqidah? 2. Apa saja bentuk-bentuk pendekatan pendidikan aqidah? 3. Jelaskan bentuk-bentuk pendekatan pendidikan aqidah? 1 .3 Tujuan 1. Memahami maksud dari pendekatan pendidikan aqidah. 2.Mengetahui bentuk-bentuk pendekatan pendidikan aqidah. 3. Memahami bentuk-bentuk pendekatan pendidikan aqi