BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Memahami redaksi Al-Qur’an dan Al-Hadits bagaikan menyelam ke
dalam samudra yang dalam lagi luas, dibutuhkan kunci, metode dan keilmuan
khusus untuk sampai ke sana sehingga kita bisa mengetahui maksud dan tujuan
nash al-Qur’an dan Al-Hadits baik dari sudut teks maupun dari aspek makna. Di
antara beberapa pembahasan yang berkaitan dengan hal tersebut, ada dua point
penting yang keduanya harus diketahui secara mendalam oleh seorang calon
Mujtahid.
Objek utama yang akan
dibahas dalam ushul fiqh adalah al-Qur’an dan sunnah Rasul sedang untuk
memahami teks-teks dan sumber yang berbahasa Arab tersebut para ulama telah menyusun semacam tematik yang akan
digunakan dalam praktik penalaran fikih. Bahasa Arab menyampaikan suatu pesan dengan
berbagai cara dan dalam berbagai tingkat kejelasan. Untuk itu para ahlinya
telah membuat beberapa kategori lafal atau redaksi, di antara yang sangat
penting dan akan dikemukakan disini. Antara lain tentang Amar, nahi.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan Amar?
2. Apa yang dimaksd dengan Nahi?
2. Apa yang dimaksd dengan Nahi?
1.3. Tujuan
1.
Mengetahui apa yang dimaksud dengan Amar.
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Nahi.
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Nahi.
BAB II
ISI
ISI
2.1. Amar
2.1.1. Pengertian
2.1.1. Pengertian
Lafaz Amar secara bahasa الامر yang berarti perintah atau suruhan. Sedangkan
secara istilah, para ulama banyak yang mendefinisikan Amar tersebut
diantaranya:
امر هو يطلب به الآعلى ممن هوأدنى منه فعلا غير كفٍ
“Amar
adalah suatu lafaz yang dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya
kepada orang yang lebih rendah untuk meminta bawahannya mengerjakan suatu
pekerjaan yang tidak boleh ditolak”[1]
Menurut jumhur ulama ushul, definisi amr adalah lafaz yang menunjukkan
tuntutan dari atasan kepada bawahannya untuk mengerjakan suatu pekerjaan.[2]
Syarat yang
harus ada pada kata Amr (permintaan) adalah :
a. Harus berupa
ucapan permintaan (Amr) seperti kata uf’ul (kerjakanlah).
b. Harus
berbentuk kata permintaan (Amr)
c. Tidak ada tanda-tanda (Qarinah) yang
menunjukkan permintaan itu berstatus tidak mewajibkan atau mengharuskan.
d. Datangnya
permintaan itu harus dari atasan, sebab jika dari bawahan namanya do’a.
2.1.2. Bentuk-Bentuk Lafaz Amar
Menurut Hudhori Bik di dalam Tarikh Tasyri disampaikan
beberapa bentuk Amr antara lain :
1. Melalui lafaz amara dan seakar
dengannya yang mengandung perintah (suruhan), seperti firman Allah surat
al-Nisa’, 4:58:
Artinya: “Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya......”
2. Menggunakan
lafaz kutiba atau diwajibkan, seperti firman Allah surat
al-Baqarah, 2:183:
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa”
3. Perintah yang memakai redaksi pemberitaan (jumlah Khabariyah), tetapi
yang dimaksud adalah perintah, seperti firman Allah surat al-Baarah, 2:228:
Artinya
: “Wanita-wanita yang ditalak
hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru”
4. Perintah yang menggunakan kata kerja perintah secara
langsung, seperti firman Allah surat Al-Baqarah, 2:238:
Artinya : ”Peliharalah
semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah
(dalam shalatmu) dengan khusyu'.”
5. Fi’il Mudhari’ yang disertai lam amr
(huruf lam yang mengandung perintah), seperti firman Allah surat al-Talak,
65:7:
Artinya
: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya.
dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang
diberikan Allah kepadanya”
6. Perintah dengan menggunakan kata
wajaba dan faradha, seperti firman Allah surat al-Ahzab, 33:50:
Artinya
: “Sesungguhnya kami telah mengetahui apa yang kami wajibkan (ma Faradha) kepada mereka tentang
isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki”
7. Perintah dalam bentuk penilaian bahwa perbuatan itu baik,
Umpamanya, firman Allah surat al-Baqarah, 2:220:
Artinya : “Dan
mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: "Mengurus urusan
mereka secara patut adalah baik”.
8. Perintah disertai janji kebaikan
yang banyak bagi pelakunya, seperti firman Allah surat al-Baqarah, 2: 245:
Artinya
: “siapakah yang mau memberi pinjaman kepada
Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah
akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak”.
9. Isim Masdar yang diperlukan sebagai pengganti fi’il amr, misalnya dalam surat
Muhammad:
Artinya : “apabila kamu bertemu
dengan orang-orang kafir (di medan perang) Maka pancunglah batang leher mereka”.
10. Memberikan suatu perbuatan, yang harus dilakukan
oleh manusia, bahwa pebuatan itu untuknya. Misalnya firman Allah dalam surat:
Artinya : “Mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah”
2.2.2. Contoh dan Implikasi Hukum Amar
Selama lafaz amr itu tetap dalam kemuthlaqannya, ia
selalu menunjukkan kepada arti yang haqiqi, yakni wajib, yang memang diciptakan
untuknya dan tidak akan dialihkan kepada arti yang lain, jika tidak ada qarinah
yang mengalihkannya.
Menurut Adib Saleh ahli Ushul Fiqh asal
Damaskus, berbagai bentuk Amr diatas membawa beberapa pengertian
antara lain :
a. Menunjukkan hukum wajib, seperti perintah shalat
dalam surat al-Baqarah: 110
(#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4q2¨9$# 4
“Dan dirikanlah
shalat dan tunaikanlah zakat.”
b. Menjelaskan bahwa sesuatu itu Mubah hukumnya,
seperti firman Allah surat al-Mukminun : 51
$pkr'¯»t ã@ß9$# (#qè=ä. z`ÏB ÏM»t6Íh©Ü9$# (#qè=uHùå$#ur $·sÎ=»|¹ (
“Hai Rasul-Rasul,
makanlah dari makanan yang baik-baik”
c. Untuk menunjukkan anjuran, seperti perintah
menulis hutang piutang dalam surat Al-Baqarah : 282.
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) LäêZt#ys? AûøïyÎ/ #n<Î) 9@y_r& wK|¡B çnqç7çFò2$$sù 4
“Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya”.
d. Untuk melemahkan, seperti firman Allah surat
al-Baqarah : 23 :
bÎ)ur öNçFZà2 Îû 5=÷u $£JÏiB $uZø9¨tR 4n?tã $tRÏö7tã (#qè?ù'sù ;ouqÝ¡Î/ `ÏiB ¾Ï&Î#÷VÏiB (#qãã÷$#ur Nä.uä!#yygä©`ÏiB Èbrß «!$# cÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇËÌÈ
“Dan jika kamu (tetap) dalam
keraguan tentang Al Quran yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad),
buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah
penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”
e. Sebagai ejekan dan penghinaan, seperti firman
Allah surat al-Dukhan : 49 :
ø-è ¨RÎ) |MRr& âÍyèø9$# ãLqÌx6ø9$# ÇÍÒÈ
“Rasakanlah,
Sesungguhnya kamu orang yang Perkasa lagi mulia”.
2.2. Nahi
2.2.1. Pengertian
Lafaz nahi secara bahasa adalah النهي yang berarti larangan . Sedangkan menurut
istilah para ulama mendefinisikan nahi sebagai berikut:
النهي هو طلب
الترك من الاعلى الى ادنى
“Nahi adalah tuntutan
meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang yang lebih tinggi tingkatannya
kepada orang yang lebih rendah tingkatannya.”[3]
Menurut
ulama ushul, definisi nahyi adalah
kebalikan dari amr, yakni lafazh yang
menunjukan tuntutan untuk meninggalkan sesuatu (tuntutan yang mesti dikerjakan)
dari atasan kepada bawahan.[4]
2.2.2. Bentuk-bentuk Lafaz Nahi
Dalam melarang
suatu perbuatan, seperti disebutkan oleh Muhammad Khudhari Bik Allah juga
memakai beragam gaya bahasa diantaranya:
a. Larangan secara tegas dengan memakai kata naha atau
yang searti dengannya yang secara bahasa berarti melarang. Misalnya surat
An-Nahl ayat 90 :
“Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan”.
b. Larangan dengan menjelaskan bahwa suatu
perbuatan diharamkan, misalnya ayat 33 surat Al-A’raf :
“Katakanlah : "Tuhanku Hanya mengharamkan
perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan
dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar”.
c. Larangan dengan menegaskan bahwa perbuatan itu
tidak halal dilakukan contoh, surat An-Nisa’ ayat 19 :
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal
bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa”.
d. Larangan
dengan menggunakan kata kerja Mudhari’ (kata kerja untuk
sekarang atau mendatang) yang disertai huruf lam yang
menunjukkan larangan, misal surat Al-An’am ayat 152 :
“Dan janganlah kamu dekati harta anak
yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa”.
e. Larangan dengan memakai kata perintah namun
bermakna tuntutan untuk meninggalkan misalnya, surat Al-An’am ayat
120 :
“Dan tinggalkanlah dosa yang nampak dan yang
tersembunyi”.
f. Larangan dengan cara mengancam pelakunya dengan
siksaan pedih, misalnya surat Al-Taubah : 34.
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak
dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka,
(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”.
g. Larangan dengan mensifati perbuatan itu dengan
keburukan, misalnya surat Ali Imran : 180.
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil
dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa
kebakhilan itu baik bagi mereka”.
h. Larangan dengan cara meniadakan wujud perbuatan
itu sendiri, misalnya surat al-Baqarah : 193.
“Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu),
Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim”.
2.2.3. Contoh dan Implikasi hukum Nahi
Para ulama’
ushul sepakat bahwa dalalah nahy adalah untuk menuntut meninggalkan sesuatu,
tidak bisa beralih makna, kecuali ada qarinah. Jumhur ulama menetapkan bahwa asal hukum larangan itu haram, sebab setiap
larangan mengakibatkan kerusakan. Para ulama ushul sepakat bahwa al-nahy
digunakan untuk beberapa arti yaitu:
1. Untuk menyatakan haramnya suatu perbuatan “(Al-Tahrim)”, atau tidak boleh dilakukan. Misalnya firman Allah swt.
Ÿwur (#qçtø)s? #’oTÌh“9$# ( ÇÌËÈ
dan janganlah kamu mendekati zina…
2. Untuk menyatakan suatu perbuatan terlarang (Al-Karahah), tetapi jika dikerjakan tidak berdosa. Dan lebih
baik jika tidak dikerjakan. Misalnya sabda Rasulullah saw.:
وَلَا
تُصَلُّوا فِي أَعْطَانِ الْإِبِلِ
Janganlah kamu shalat di kandang unta. (H.R. Ahmad dan Turmidzi).
3.
Untuk menyatakan doa atau permohonan (Do’a(, misalnya surat ali Imran:8:
$oYu‘ Ÿw ùøÌ“è? $oYtqè=è% y‰÷èt øŒÎ) $oYoK÷ƒy‰yd ÇÑÈ
"Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan hati Kami condong kepada
kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada Kami.”
4.
Menunjukkan dan menyatakan bimbingan atau pengarahan (Al-Irsyad),
misalnya:
$pkš‰r'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qè=t«ó¡n@ ô`tã uä!$u‹ô©r& bÎ) y‰ö6è? öNä3s9 öNä.÷sÝ¡n@ ÇÊÉÊÈ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada
Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu...
5.
Menyatakan ancaman (liltahdid). Maksud ancaman ini adalah untuk
menakuti agar tidak berbuat.
6.
Menyatakan hinaan atau merendahkan (littahqir), misalnya:
Ÿwur ¨b£‰ßJs? y7ø‹t^ø‹tã 4’n<Î) $tB $uZ÷èGtB ÿ¾ÏmÎ %[`ºurø—r& öNåk÷]ÏiB not÷dy— Ío4quŠptø:$# 4’s+ör&ur ÇÊÌÊÈ
dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan
kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia.
7.
Menjelaskan suatu akibat dari suatu perbuatan (bayan al-aqibah),
misalnya:
Ÿwur žútù|¡óss? ©!$# ¸xÏÿ»xî $£Jtã ã@yJ÷ètƒ šcqßJÎ=»©à9$# 4 ÇÍËÈ
dan janganlah
sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat
oleh orang-orang yang zalim.
8.
Untuk menyatakan keputusan (Tais), misalnya:
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. Ÿw (#râ‘É‹tG÷ès? tPöqu‹ø9$# ( $yJ¯RÎ) tb÷rt“øgéB $tB ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÐÈ
Hai orang-orang kafir, janganlah kamu mengemukakan uzur pada hari ini.
Sesungguhnya kamu hanya diberi Balasan menurut apa yang kamu kerjakan.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1. Simpulan
Lafaz
Amar secara bahasa الامر yang berarti perintah atau suruhan. Sedangkan secara istilah,
para ulama banyak yang mendefinisikan Amar tersebut yaitu Amar adalah suatu lafaz yang dipergunakan
oleh orang yang lebih tinggi derajatnya kepada orang yang lebih rendah untuk
meminta bawahannya mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak boleh ditolak. Menurut jumhur
ulama ushul, definisi amr adalah
lafaz yang menunjukkan tuntutan dari atasan kepada bawahannya untuk mengerjakan
suatu pekerjaan.
Lafaz nahi secara bahasa adalah النهي yang berarti larangan . Sedangkan
menurut istilah para ulama mendefinisikan nahi yaitu Nahi adalah tuntutan meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang
yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya. Menurut
ulama ushul, definisi nahyi adalah
kebalikan dari amr, yakni lafazh yang
menunjukan tuntutan untuk meninggalkan sesuatu (tuntutan yang mesti dikerjakan)
dari atasan kepada bawahan.
3.2. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini
kita bisa lebih memahami akan arti dari Amar dan Nahi, baik
Pengertiannya, bentuk-bentuk lafaznya serta implikasi hukumnya. Sehingga kita dapat mengetahui
lebih dalam lagi tentang Amar dan Nahi.
[1]
Ridwan,dkk,
Fiqih Modul Hikmah (Sragen:Akik Pusaka,2008), hlm 16
[2]
Prof. Dr. Rachmat Syafe’i, MA. Ilmu ushul
fiqih. Hlm 200
[3]
Ridwan,dkk,
Fiqih Modul Hikmah (Sragen:Akik Pusaka,2008), hlm 28
[4]
Prof.
Dr. Rachmat Syafe’i, MA. Ilmu ushul fiqih.
Hlm 200
Ridwan, dkk. 2008. Fiqih Modul Hikmah. Sragen : Akik Pusaka
Syafe’i, Rachmat. 2007. Ilmu ushul fiqih. Bandung : Pustaka
setia
http://nurbaitisistalala12.blogspot.co.id/2015/04/amar-dan-nahi.html
Komentar
Posting Komentar