Langsung ke konten utama

Prasangka dan Diskriminasi, Pertentangan dan Integrasi Sosial

A.  Prasangka dan Diskriminasi
1.    Pengertian Prasangka
Prasangka atau prejudice berasal dari kata latin prejudicium,yang pengertiannya sekarang mengalami perkembangan sebagai berikut: 
·  Semula diartikan sebagai suatu preseden, artinya keputusan diambil atas dasar pengalaman yang lalu.
·  Dalam bahasa inggris mengandung arti pengambilan keputusan tanpa penelitian dan pertimbangan yang cermat, tergesa-gesa atau tidak matang. 
·  Untuk mengatakan prasangka dipersyaratkan pelibatan unsur emosional(suka-tidak suka)dalam keputusan yang telah diambil tersebut.
Prasangka merupakan dasar pribadi seseorang yang setiap orang memilikinya, sejak masih kecil unsur sikap bermusuhan sudah nampak. Prasangka selalu ada pada mereka yang berfikirnya sederhana dan masyarakat yang tergolong cendekiawan, sarjana, dan pemimpin atau negarawan. Prasangka menunjukkan pada aspek sikap.
Prasangka itu suatu sikap, yaitu sikap sosial. Menurut Morgan (1966), sikap adalah kecenderungan untuk berespon, baik secara positif maupun negatif terhadap orang, objek,  atau situasi. Tentu saja kecenderungan untuk berespon ini meliputi perasaan atau pandangannya, yang tidak sama dengan tingkah laku. Sikap seseorang baru diketahui bila ia sudah bertingkah laku, selain motivasi dan norma masyarakat. Oleh karena itu kadang-kadang sikap bertentangan dengan tingkah laku.
Dalam sikap terkandung suatu penilaian emosional yang dapat berupa suka, tidak suka, senang, sedih, cinta, benci, dan sebagainya. Karena dalam sikap ada “suatu kecenderungan berespon”, maka seseorang mempunyai sikap yang umumnya mengetahui perilaku atau tindakan apa yang akan dilakukan bila bertemu dengan objeknya.
2.    Pengertian Diskriminasi
Diskriminasi dapat diartikan sebagai sebuah perlakuan terhadap individu secara berbeda dengan berdasarkan pada gender, ras, agama, umur, atau karakteristik yang lain. Diskriminasi merupakan perilaku prejudice yang dilakukan secara nyata.
Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
3.    Sebab-sebab Timbulnya Prasangka dan Diskriminasi
a.    Latar belakang sejarah
Misalnya : bangsa kita masih menganggap bangsa Belanda adalah bangsa penjajah.Ini dilatarbelakangi karena pada masa lampau Bangsa Belanda menjajah Indonesia selama kurang lebih 3,5 abad.
b.    Dilatar belakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional
Apabila prasangka bisa berkembang lebih jauh sebagai akibat adanya jurang pemisah antara kelompok orang kaya dengan orang miskin.
c.    Bersumber dari faktor kepribadian
Bersifat prasangka merupakan gambaran sifat seseorang. Tipe authorian personality adalah sebagian ciri kepribadian seseorang yang penuh prasangka, dengan ciri-ciri bersifat konservatif dan tertutup
d.   Perbedaan keyakinan, kepercayaan, dan agama.
Banyak sekali konflik yang ditimbulkan karean agama. Seperti yang kita alami sekarang diseluruh penjuru dunia.
4.    Usaha-usaha untuk mengurangi prasangka dan diskriminasi sosial
Untuk  mengurangi atau mengatasi prasangka dilakukan dengan perbaikan kondisi sosial ekonomi, melalui pendidikan anak, melakukan interaksi yang lebih intensif antara masing-masing kelompok.
a.    Mempertebal keyakinan seluruh warga Negara Indonesia terhadap Ideologi Nasional.
b.    Membuka isolasi antar berbagai kelompok etnis dan antar daerah/pulau dengan membangun saran komunikasi, informasi, dan transformasi
c.    Menggali kebudayaan daerah untuk menjadi kebudayaan nasional
d.   Membentuk jaringan asimilasi bagi kelompok etnis baik pribumi atau keturunan asing.
e.    Perbaikan kondisi sosial ekonomi.
f.     Perluasan kesempatan belajar.
g.    Sikap terbuka dan sikap lapang.



5.    Hubungan Prasangka dan Diskriminasi
Prasangka adalah sifat negative terhadap sesuatu. Dalam kondisi prasangka untuk menggapai akumulasi materi tertentu atau untuk status sosial bagi suatu individu atau suatu. Seorang yang berprasangka rasial biasanya bertindak diskriminasi terhadap rasa yang diprasangka.
Prasangka dan diskriminasi dua hal yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat merugikan pertumbuhan, perkembangan, dan bahkan integrasi masyarakat. Kerugian prasangka melalui hubungan pribadi dan akan menjalar bahkan melembaga (turun-temurun). Jadi prasangka dasarnya pribadi dan dimiliki[1]. Perbedaan terpokok antara prasangka dan diskriminatif adalah prasangka menunjukkan pada aspek sikap, sedangkan diskriminatif pada tindakan. Sikap adalah kecenderungan untuk berespons baik secara positif atau negatif terhadap orang, obyek atau situasi.[2].
Dalam konteks realitas, prasangka diartikan: “Suatu sikap terhadap anggota kelompok etnis atau ras tertentu, yang terbentuk terlalu cepat tanpa suatu induksi. Diskriminatif merupakan tindakan yang realistis”. Dapat disimpulkan bahwa prasangka itu muncul sebagai akibat kurangnya pengetahuan, pengertian dan fakta kehidupan, adanya dominasi kepentingan golongan atau pribadi, dan tidak menyadari atau insyaf akan kerugian yang bakal terjadi. Tingkat prasangka itu menumbuhkan jarak sosial tertentu di antara anggota sendiri dengan anggota kelompok luar.[3]
Menurut Gordon Allport(1958) ada lima pendekatan dalam menentukan sebab terjadinya prasangka :
1.    Pendekatan Historis
Pendekatan ini berdasarkan teori pertentangan kelas, menyalahkan kelas rendah di mana mereka yang tergolong kelas atas mempunyai alasan untuk berprasangka terhadap kelas rendah.
2.    Pendekatan Sosiokultural dan Situasional
a.    Mobilitas sosial: gerak perpindahan dari strata satu ke strata sosial lainnya. Artinya kelompok orang yang mengalami penurunan status akan terus mencari alasan mengenai nasib buruknya.
b.    Konflik antara kelompok: prasangka sebagai realitas dari dua kelompok yang bersaing.
c.    Stagma perkantoran: ketidakamanan atau ketidakpastian di kota disebabkan oleh “noda” yang dilakukan oleh kelompok tertentu.
d.    Sosialisasi: prasangka muncul sebagai hasil dari proses pendidikan, melalui proses sosialisasi mulai kecil hingga dewasa.
3.    Pendekatan Kepribadian
Teori ini menekankan pada faktor kepribadian sebagai penyebab prasangka, disebut dengan frustasi agresi. Menurut teori ini keadaan frustasi merupakan kondisi yang cukup untuk timbulnya tingkah laku agresif.
4.    Pendekatan Fenomenologis
Pendekatan ini ditekankan pada bagian individu memandang atau mempersepsikan lingkungannya, sehingga persepsilah yang menyebabkan prasangka.
5.    Pendekatan Naïve
Bahwa prasangka lebih menyoroti obyek prasangka tidak menyoroti individu yang berprasangka.
Prasangka bisa diartikan sebagai suatu sikap yang terlampau tergesa-gesa berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan terhadap suatu realita). Sikap berprasangka jelas tidak adil, sebab sikap yang diambil hanya berdasarkan pada pengalaman atau apa yang di dengar.[4]
6.      Hal-hal yang Berhubungan dengan Prasangka dan Diskriminasi
a.    Etnhosentrisme Stereotype
Ethnosentrisme yaitu sikap untuk menilai unsur-unsur kebudayaan orang lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri. Sikap ini dianggap bahwa kebudayaan dirinya lebih unggul dari kebudayaan lainnya.
Stereotype yaitu gambaran dan ajakan ejek. Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan waktu pribadi orang atau golongan lain yang bercorak negatif sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subyektif.[5]
b.   Konflik dalam Masyarakat
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misal kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu individu sampai kepada lingkup yang luas, yakni masyarakat:
·      Pada taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk pada adanya pertentangan atau emosi-emosi dan dorongan-dorongan antagonistic di dalam diri seseorang.
·      Pada taraf kelompok, konflik-konflik ditimbulkan dari konflik-konflik yang terjadi dalam diri individu dari perbedaan-perbedaan anggota kelompok dalam tujuan, nilai, norma serta minat untuk menjadi anggota kelompok.
·      Pada taraf masyarakat, konflik bersumber pada perbedaan nilai dan norma kelompok dengan nilai dan norma kelompok lain.
Tipe konflik ini timbul dari proses-proses yang tidak rasional dan emosional dari pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Upaya untuk memecahkan konflik selalu timbul selama berlangsungnya kehidupan suatu kelompok, namun terdapat perbedaan-perbedaan di dalam sifat dan intensitas konflik pada berbagai tahap perkembangan kelompok.[6]
Adapun cara-cara pemecahan konflik sebagai berikut:
·      Elimination: Pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik
·      Subjugation atau Domination: Orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya.
·      Majority Rule: Suara terbanyak yang ditentukan dengan voting, akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.
·      Minority Consent: Kelompok mayoritas yang menang, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan, dan menerima keputusan serta sepakat untuk melakukan kegiatan bersama.
·      Compromise (Kompromi): Kedua atau semua sub kelompok yang terlibat di dalam konflik, berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah.
·      Integration: Pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan, dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.
Usaha-usaha untuk menghindari perbedaan-perbedaan dan untuk memendam konflik-konflik, tidak pernah berhasil dalam waktu yang lama. Kesatupaduan di dalam perbedaan-perbedaan merupakan suatu nilai yang menghargai perbedaan, yang menggunakan perbedaan-perbedaan tersebut untuk memperkuat kelompok.
Berikut merupakan 4 sistem yang dapat mengurangi konflik akibat prasangka, yaitu:
·      Sistem budaya seperti nilai- nilai Pancasila dan UUD 1945
·      Sistem sosial seperti kolektif- kolektif sosial dalam segala bidang
·      System kepribadian yang terwujud sebagai pola-pola penglihatan( persepsi ), perasaan, pola- pola penilaian yang dianggap pola-pola keIndonesiaan.
·      System organik jasmaniah dimana nasional tidak berdasarkan atas persamaan ras.

B.  Pertentangan Sosial dan Integrasi Sosial
1.    Pengertian Pertentangan Sosial
Pertentangan sosial adalah suatu konflik yang terjadi didalam suatu lingkungan masyarakat. Dimana ada suatu kelompok yang tidak menyukai kelompok lain, sehingga menimbulkan suatu perselisihan diantara mereka. Banyak sekali pertentangan sosial yang terjadi di dunia ini. Seperti contohnya perak Irak, dan kalau menelusuri Indonesia contohnya GAM (Gerakan Aceh Merdeka).
Hidup bermasyarakat yaitu sebuah hubungan antar individu-individu maupun antar kelompok dan golongan yang terjadi dalam proses kehidupan. Hidup bermasyarakat juga berarti kehidupan dinamis, dimana setiap anggota masyarakat salaing berinteraksi. Hubungan antar individu ini pun diikat oleh ikatan yang berupa norma serta nilai-nilai yang telah dibuat bersama para anggota. Norma dan nilai-nilai inilah yang menjadi alat pengendali agar para anggota masyarakat tidak terlepas dari rel ketentuan yang telah disepakati itu. Solidaritas, toleransi dan tenggang rasa adalah bukti kuatnya ikatan itu. Sakit salah satu anggota masyarakat akan dirasakan oleh anggota masyarakat lainnya. Dari hubungan seperti itulah lahir keharmonisan dalam hidup bermasyarakat.
Pada kenyataannya tidak semua masyarakat membentuk sebuah harmonisasi. Pada kondisi-kondisi tertentu hubungan antara masyarakat diwarnai berbagai persamaan. Namun sering juga didapati perbedaan-perbedaan, bahkan pertentangan dalam masyarakat. Hal-hal seperti itulah yang menimbulkan perpecahan dalam masyarakat. Salah satu contohnya adalah pertentangan sosial.
Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pertentangan sosial:
a.       Rasa Iri antara individu,negara, dan masyarakat
b.      Adanya rasa tidak puas masyarakat terhadap kepemerintahan.
c.       Banyak adu domba antara politik,agama,suku serta budaya
2.    Pengertian Integrasi Sosial
Integrasi berasal dari bahasa inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi.
Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu :
a.    Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu.
b.    Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu.
Sedangkan yang disebut integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan.
Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya.
Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsesus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar). Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial. Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat mmiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial.
3.    Hal-hal yang Berhubungan Pertentangan dan Integrasi Sosial
·      Integrasi Masyarakat dan Nasional
Integrasi masyarakat dapat diartikan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu, keluarga, lembaga-lembaga, dan masyarakat secara keseluruhan.  Integrasi masyarakat akan terwujud apabila mampu mengendalikan prasangka yang ada di dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi konflik.
Dalam memahami integrasi masyarakat, kita juga mengenal integrasi nasional, yaitu organisasi-organisasi formal yang melalui mana masyarakat menjalankan keputusan-keputusan yang berwenang. Untuk terciptanya integrasi nasional, perlu adanya suatu jiwa, asas spiritual, solidaritas yang besar. Perlu dicari bentuk-bentuk akomodatif yang dapat mengurangi konflik sebagai akibat dari prasangka, yaitu melalui 4 sistem:
1.    Sistem budaya seperti nilai-nilai Pancasila dan UUD 45.
2.    Sistem sosial seperti kolektiva-kolektiva sosial dalam segala bidang.
3.    Sistem kepribadian yang terwujud sebagai pola-pola penglihatan, perasaan, pola-pola penilaian yang dianggap pola keindonesiaan.
4.    Sistem organik jasmaniah, di mana nasion tidak didasarkan atas persamaan ras.
Untuk mengurangi prasangka ke-4 sistem itu harus dibina, dikembangkan dan memperkuatnya sehingga perwujudan nasional Indonesia tercapai.[7]





[1] Ilmu Sosial Dasar, Dr. M. Munandar, Soelaiman, hal. 293.
[2] Wawasan Ilmu Sosial Dasar, Drs. Wahyu MS., hal. 151.
[3] Ilmu Sosial Dasar, Dr. M. Munandar, Soelaiman, hal. 296.

[4] Ilmu Sosial Dasar, Drs. Abu Ahmadi, hal. 274.
[5] Wawasan Ilmu Sosial Dasar, Drs. Wahyu MS., hal. 156.
[6] Ibid., hal. 159.
[7] Ibid., hal. 168.




Ahmadi, Abu, Ilmu Sosial Dasar.
M. Munandar, Soelaiman, Ilmu Sosial Dasar.
Wahyu MS., Wawasan Ilmu Sosial Dasar.

Komentar

  1. Playtech casino game review, bonuses, games - DrmCd
    Find out if 태백 출장마사지 the latest 화성 출장샵 slots and games from Playtech will appeal to you, which is why they 삼척 출장안마 are the most widely 나주 출장안마 played casino game 당진 출장샵

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Amar dan Nahi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memahami redaksi Al-Qur’an dan Al-Hadits bagaikan  menyelam ke dalam samudra yang dalam lagi luas, dibutuhkan kunci, metode dan keilmuan khusus untuk sampai ke sana sehingga kita bisa mengetahui maksud dan tujuan nash al-Qur’an dan Al-Hadits baik dari sudut teks maupun dari aspek makna. Di antara beberapa pembahasan yang berkaitan dengan hal tersebut, ada dua point penting yang keduanya harus diketahui secara mendalam oleh seorang calon Mujtahid. Objek utama yang akan dibahas dalam ushul fiqh adalah al-Qur’an dan sunnah Rasul sedang untuk memahami teks-teks dan sumber yang berbahasa Arab tersebut para ulama  telah menyusun semacam tematik yang akan digunakan dalam praktik penalaran fikih. Bahasa Arab menyampaikan suatu pesan dengan berbagai cara dan dalam berbagai tingkat kejelasan. Untuk itu para ahlinya telah membuat beberapa kategori lafal atau redaksi, di antara yang sangat penting dan akan dikemukakan disini. Antara lain tentang Am a r

Pendekatan Pendidikan Aqidah

BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pendidikan aqidah sangat penting bagi kita apalagi kita sebagai pemeluk agama Islam harus mengerti tentang aqidah  Untuk itu kita perlu mempelajarinya sehingga kita mengerti dan bisa menjalankannya dalam kehidupan kita sehari-hari dan setelah kita memahaminya kita bisa memberitahukannya kepada orang lain yang belum tahu. Dan sebelum kita memberitahukan tentang aqidah kepada orang lain akan lebih baik jika kita mengetahui benuk-bentuk pendekatan pendidikan aqidah. Adapun bentuk-bentuk pendekatan pendidikan aqidah tersebut akan kami bahas dalam makalah ini. 1 . 2 .  Rumusan masalah 1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan pendidikan aqidah? 2. Apa saja bentuk-bentuk pendekatan pendidikan aqidah? 3. Jelaskan bentuk-bentuk pendekatan pendidikan aqidah? 1 .3 Tujuan 1. Memahami maksud dari pendekatan pendidikan aqidah. 2.Mengetahui bentuk-bentuk pendekatan pendidikan aqidah. 3. Memahami bentuk-bentuk pendekatan pendidikan aqi