Langsung ke konten utama

Teori – Teori Dalam Belajar

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat, tetapi belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuanya, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapanya, kemampuannya, daya reaksinya dan daya penerimaanya. Jadi belajar adalah suatu proses yang aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada pada siswa. Belajar merupakan suatu proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui situasi yang ada pada siswa. Oleh karena itu, dalam suatu pembelajaran juga perlu didukung oleh adanya suatu teori belajar.
Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atau sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka bersamaan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Di dalam masa perkembangan psikologi pendidikan ini muncullah secara beruntun beberapa aliran pasikologi pendidikan, masing-masing yaituPsikologi behavioristik; Psikologi kognitif; dan Psikologi humanistik.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Teori belajar Psikologi Behavioristik ?
2. Apa yang dimaksud dengan Teori belajar Psikologi Kognitif ?
3. Apa yang dimaksud dengan Teori belajar Psikologi Humanistik ?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Mengerti dan Memahami Apa yang dimaksud dengan Teori belajar Psikologi Behavioristik.
2. Mengerti dan Memahami Apa yang dimaksud dengan Teori belajar Psikologi Kognitif.
3. Mengerti dan Memahami Apa yang dimaksud dengan Teori belajar Psikologi Humanistik.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Teori Belajar Psikologi Behavioristik
            Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner pada tahun 1984, yaitu tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
            Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
            Teori behavioristik menjadi dominan mewarnai pemikiran selama tahun 1950-an. Berdasarkan hasil karya para ahli dan pemikir seperti John B. Watson, Ivan Pavlov, dan B.F. Skinner.Para psikolog behavioristik juga sering disebut “contemporary behaviorists” atau juga disebut “S-R psychologists”.Teori behavioristik berpendapat bahwa semua perilaku dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lingkungan, bukan oleh kekuatan internal.Behavioristik berfokus pada perilaku yang dapat diamati.[1]
Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat, bahwa tingkahlaku murid-murid merupkan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, dan bahwa segenap tingkah laku adalah merupakan hasil belajar.Kita dapat menganalisis kejadian kejadian tingkah laku dengan jalan mempelajari latar belakang penguatan (reinforcement) terhadap tingkah laku tersebut.[2]
Terdapat tiga macam teori behavioristik, yakni: connectionism (koneksionisme), classical conditioning (pembiasaan klasik), dan operant conditioning (pembiasaan perilaku respons).

2.1.1. Koneksionisme
Teori koneksionisme (connectionism) adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874-1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an yang menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Berdasarkan eksperimennya, Thorndike menyimpulkan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respons.Itulah sebabnya, koneksionisme juga disebut “S-R Nond Theory” dan “S-R Psychology of Learning”.Di samping itu, teori ini juga terkenal dengan sebutan “Trial and Error Leraning”.Istilah ini menunjuk pada panjangnya waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu tujuan.
Dari penelitiannya itu, Thorndike menemukan hukum-hukum sebagai berikut:
(1)   Law of effect yaitu jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, hubungan antara stimulus dengan respons akan semakin  kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan (menggangu) efek yang dicapai respons, semakin lemah pula hubungan stimulus dan respons tersebut.
(2)   Law of readiness (hukum kesiapsiagaan) pada prinsipnya hanya merupakan asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan conductions unit (satuan perantaraan). Unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.Jelas, hukum ini semata-mata bersifat spekulatif yang menurut Reber (1988), hanya bersifat historis.
(3)   Law of exercise (hukum pelatihan) ialah generalisasi in law of use and law of disuse. Menurut Hilgard & Bower (1975), jika perilaku (perubahan hasil belajar) sering dilatih atau digunakan maka eksistensi perilaku tersebut akan semakin kuat (law of use). Sebaliknya, jika perilaku tadi tidak sering dilatih atau tidak digunkan maka perilaku tersebut akan terlupakan atau sekurang-kurangnya akan menurun (law of disuse).[3]
2.1.2. Pembiasaan Klasik
Teori pembiasaan klasik (classical conditioning) ini berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov (1849-1936), seorang ilmuwan besar Rusia yang berhasil menggondol hadiah Nobel pada tahun 1909. Pada dasarnya classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya reflek tersebut (Terrace, 1973).
Dalam eksperimennya, Pavlov menggunakan anjing untuk mengetahui hubungan-hubungan antara conditioned stimulus (CS), unconditioned stimulus (UCS), conditioned response (CR), dan Unconditioned-response (UCR). CS adalah rangsangan yang mampu mendatangkan respons yang dipelajari, sedangkan respons  yang dipelajari itu sendiri disebut CR. Adapun UCS berarti rangsangan yang menimbulkan respons yang tidak dipelajari, dan respons yang tidak dipelajari itu disebut UCR.
Berdasarkan eksperimen Pavlov menyimpulakan bahwa belajar adalah perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respons. Apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu disertai dengan stimulus penguat (UCS), stimulus tadi (CS) cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan respons atau perubahan yang kita kehendaki yang dalam hal ini CR.[4]
1.2.3. Pembiasaan Perilaku Respons
Teori pembiasaan perilaku respons (operant conditioning) ini diciptakan oleh Burrhus Frederic Skinner (lahir tahun 1904).Tema pokok yang mempengaruhi karya-karyanya adalah bahwa tingkah laku itu terbentuk oleh konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu sendiri (Bruno, 1987).
Operant” adalah sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat (Rober, 1988). Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforce. Reinforce sesungguhnya adalah stimulus yang meningkatkan kamungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu.
Dalam eksperimennya, Skinner menggunakan seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti yang kemudian terkenal dengan nama “Skinner box”. Eksperimen yang dilakukan Skinner mirip sekali dengan trial and error learning yang ditemukan oleh Thorndike.Dalam hal ini, fenomena tingkah laku belajar menurut Thorndike selalu melibatkan satisfaction/kepuasan, sedangkan menurut Skinner fenomena tersebut melibatkan reinforcement/penguatan.
Selanjutnya, proses belajar dalam teori operant conditioning juga tunduk kepada dua hukum operant yang berbeda, yakni: law of operant conditioning dan law of operant extinction. Menutut law of operant conditioning, jika timbulnya tingkah laku operant diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan meningkat. Sebaliknya, menurut law of operant extinction, jika timbulnya tingkah laku operant yang telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku  tersebut akan menurun atau bahkan musnah (Hintzman, 1987). Hukum-hukum ini pada dasarnya sama saja dengan hukum-hukum yang melekat dalam proses belajar menurut teori pembiasaan yang klasik.[5]
Dalam pengajaran, operants conditioning menjamin respon-respon terhadap stimulus.Apabila murid tidak menunjukkan reaksi-reaksi terhadap stimulus, guru tak mungkin dapat membimbing tingkah lakunya ke arah tujuan behavior. Guru berperan penting di dalam kelas untuk mengontrol dan mengarahkan kegiatan belajar ke arah tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.[6]
Teori Behavioristik memberikan sumbangan teori-teori penting untuk mengajar anak berrkesulitan belajar.Pusat perhatian teori-teori ini terutama pada tugas-tugas yang diajarkan dan analisis perilaku yang dibutuhkan untuk mempelajari tugas-tugas tersebut.Pembelajaran yang bertolak dari teori ini kadang-kadang disebut pembelajaran langsung (direct instruction), tetapi ada pula yang menyebt belajar tuntas (mastery learning), pengajaran terarah (directed teaching), analisis tugas (task analysis), atau pengajaran keetrampilan berurutan (sequential skill teaching).Suatu rekomendasi yang didasarkan atas teori Behavioristik adalah bahwa guru hendaknya lebih memusatkan perhatian pada keterampilan-keterampilan akademik yang diperlukan oleh anak daripada memusatkan kekurangan yang menghambat anak untuk belajar.[7]
2.2. Teori Belajar Psikologi Kognitif
            Ada beberapa ahli yang belum merasa puas terhadap penemuan-penemuan para ahli sebelumnya mengenai belajar sebagai hubungan stimulus-response-reinforcement. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya dikontrol oleh reward dan reinforcement. Mereka ini adalah para ahli jiwa aliran kognitifis.Menurut pendapat mereka, tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.Jadi, kaum kognifitis berpandangan, bahwa tingkah laku seseorang bergantung kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada di dalam suatu situasi.[8]
Istilah psikologi kognitif diciptakan  oleh Ulric Neisser tahun 1967 dalam sebuah bukunya yang berjudul Cognitive Psychology. Dan mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar gestalt. Peletak dasar psikologi Gestalt adalah Mex Wertheimer(1880-1943).
Psikologi kognitif mengakui otak menjalankan fungsi utama, yaitu berpikir. Otak adalah sistem fisik murni yang bekerja (meskipun kompleks) dalam batas-batas hukum alam dan kekuatan sebab dan akibat. Pandangan ini disebut fungsionalisme kausal atau fungsionalisme.
2.2.1. Teori Belajar Cognitive-Field dari Lewin
Tokoh dari teori kognitif adalah Kurt Lewin (1892-1947).Mengembangkan suatu teori belajar kognitif-field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi social. Lewin memandang masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan yang bersifat psikologis. Medan dimana individu bereaksi disebut life space. Life space mencankup perwujudan lingkungan di mana individu bereaksi, misalnya ; orang – orang yang dijumpainya, objek material yang ia hadapi serta fungsi kejiwaan yang ia miliki.
Jadi menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan sruktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari stuktur medan kognisi itu sendiri, yang lainya dari kebutuhan motivasi internal individu. Lewin memberikan peranan lebih penting pada motivasi dari reward.[9]
2.2.2. Teori Belajar Cognitive Developmental dari Piaget
            Menurut Piaget setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahap yang teratur. Pada satu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau struktur tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung pada tahap sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah:
a) Tahap Sensori Motor (dari lahir sampai kurang lebih umur 2 tahun)
            Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit memahami lingkungannya dengan jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap, mencium dan menggerakan.Beberapa kemampuan kognitif yang penting muncul pada saat ini.Anak tersebut mengetahui bahwa perilaku yang tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya. Misalnya dengan menendang-nendang dia tahu bahwa selimutnya akan bergeser darinya.
b) Tahap Pra-operasional ( kurang lebih umur 2 tahun hingga 7 tahun)
            Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu untuk selalu mengandalkan dirinya pada persepsinya mengenai realitas.Dengan adanya perkembangan bahasa dan ingatan anakpun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya. Intelek anak dibatasi oleh egosentrisnya yaitu ia tidak menyadari orang lain mempunyai pandangan yang berbeda dengannya.
c) Tahap Operasi Konkrit (kurang lebih 7 sampai 11 tahun)
Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis.Anak-anak sering kali dapat mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui bila membuat kesalahan.
d) Tahap Operasi Formal (kurang lebih umur 11 tahun sampai 15 tahun)
Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak, yaitu berpikir mengenai gagasan.Anak dengan operasi formal ini sudah dapat memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah.
2.2.3. Teori Belajar Discovery Learning dari Bruner
Bruner menekankan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner meyakini bahwa pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga cara atau bentuk, yaitu: enactive, iconic dan symbolic.
Pengetahuan enaktif adalah mempelajari sesuatu dengan memanipulasi objek, melakukan pengetahuan tersebut daripada hanya memahaminya. Anak-anak didik sangat mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali (‘melakukan’ kecakapan tersebut), namun tidak terlalu paham bagaimana menggambarkan aktifitas tersebut dalam kata-kata, bahkan ketika mereka harus menggambarkan dalam pikiran.
Pembelajaran ikonik merupakan pembelajaran yang melalui gambaran; dalam bentuk ini, anak-anak mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam benak mereka.Anak-anak sangat mungkin mampu menciptakan gambaran tentang pohon mangga dikebun dalam benak mereka, meskipun mereka masih kesulitan untuk menjelaskan dalam kata-kata.
Pembelajaran simbolik, ini merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui representasi pengalaman abstrak (seperti bahasa) yang sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut. Sebagaimana namanya, membutuhkan pengetahuan yang abstrak, dan karena simbolik pembelajaran yang satu ini serupa dengan operasional formal dalam proses berpikir dalam teori Piaget.
Jika dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran, Discoveri learningnya Bruner dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.      Belajar merupakan kecenderungan dalam diri manusia, yaitu Self-curiousity (keingintahuan) untuk mengadakan petualangan pengalaman.
2.      Belajar penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah struktur yang ada. Sifat mental tersebut selalu mengalir untuk mengisi berbagai kemungkinan pengenalan.
3.      Kualitas belajar penemuan diwarnai modus imperatif kesiapan dan kemampuan secara enaktif, ekonik, dan simbolik.
4.      Penerapan belajar penemuan hanya merupakan garis besar tujuan instruksional sebagai arah informatif.
5.      Kreatifitas metaforik dan creative conditioning yang bebas dan bertanggung jawab memungkinkan kemajuan.
2.3. Teori Belajar Psikologi Humanistik
Aliran psikologi humanistik sangat terkenal dengan konsepsi bahwa esensinya manusia itu baik menjadi dasar keyakinan dan mengajari sisi kemanusiaan. Psikologi humanistik utamanya didasari atas atau merupakan realisasi dari psikologi eksistensial dan pemahaman akan keberadaan dan tanggung jawab sosial seseorang. Dua psikolog yang ternama, Carl Rogers dan Abraham Maslow, memulai gerakan psikologi humanistik perspektif baru mengenai pemahaman kepribadian seseorang dan meningkatkan kepuasan hidup mereka secara keseluruhan.
Psikologi humanistik adalah perspektif psikologis yang menekankan studi tentang seseorang secara utuh.Psikolog humanistik melihat perilaku manusia tidak hanya melalui penglihatan pengamat, malainkan juga melalui pengamatan atas perilaku individu mengintegral dengan perasaan batin dan citra dirinya.
Studi psikologi humanistik melihat manusia, pemahaman, dan pengalaman dalam diri manusia, termasuk dalam kerangka belajar dan belajar.Mereka menekankan karakteristik yang dimiliki oleh makluk manusia seutuhnya seperti cinta, kesedihan, peduli, dan harga diri.Psikolog humanistik mempelajari bagaimana orang-orang dipengaruhi oleh persepsi dan makna yang melekat pada pengalaman pribadi mereka.Aliran ini menekankan pada pilihan kesadaran, respon terhadap kebutuhan internal, dan keadaan saat ini yang menjadi sangat penting dalam membentuk perilaku manusia.
Pendekatan pengajaran humanistik didasarkan pada premis bahwa siswa telah memiliki kebutuhan untuk menjadi orang dewasa yang mampu mengaktualisasi diri, sebuah istilah yang digunakan oleh Maslow (1954).Aktualisasi diri orang dewasa yang mandiri, percaya diri, realistis tentang tujuan dirinya, dan fleksibel.Mereka mampu menerima dirinya sendiri, perasaan mereka, dan lain-lain di sekitarnya.Untuk menjadi dewasa dengan aktualisasi dirinya, siswa perlu ruang kelas yang bebas yang memungkinkan mereka menjadi kreatif.
Tujuan dasar pendidikan humanistik adalah mendorong siswa menjadi mandiri  dan independen, mengambil tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, menjadi kreatif dan tertarik dengan seni, dan menjadi ingin tahu tentang dunia di sekitar mereka. Sejalan dengan itu, prinsip-prinsip pendidikan humanistik disajikan sebagai berikut.
a.       Siswa harus dapat memilih apa yang mereka ingin pelajari. Guru humanistik percaya bahwa siswa akan termotivasi untuk mengkaji materi bahan ajar jika terkait dengan kebutuhan dan keinginannya.
b.      Tujuan pendidikan harus mendorong keinginan siswa untuk belajar dan mengajar mereka tentang cara belajar. Siswa harus memotivasi dan merangsang diri pribadi untuk belajar sendiri.
c.       Pendidik humanistik percaya bahwa nilai tidak relavan dan hanya evaluasi diri (selfevaluation) yang bermakna. Pemeringkatan mendorong siswa belajar untuk mencapai tingkat tertentu, bukan untuk kepuasan pribadi.Selain itu, pendidik humanistik menentang tes objektif, karena mereka menguji kemampuan siswa untuk menghafal dan tidak memberikan umpan balik pendidikan yang cukup kepada guru dan siswa.
d.      Pendidik humanistik percaya bahwa, baik perasaan maupun pengetahuan, sangat penting dalam proses belajar dan tidak memisahkan domain kognitif dan afektif
e.       Pendidik humanistik menekankan perlunya siswa terhindar dari tekanan lingkunngan, sehingga mereka akan merasa aman untuk belajar. Setelah siswa merasa aman, belajar mereka menjadi lebih mudah dan lebih bermakna.[10]



BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atau sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.
Belajar sebagai kegiatan siswa jika dipandang dari teori-teori tersebut adalah perubahan tingkah laku (behavioristik), untuk mempelajari proses mental, bagaimana cara berfikir, mengingat, merasakan dan belajar (kognitif), dan studi tentang melihat manusia secara utuh, tidak hanya melalui penglihatan pengamat tetapi juga pengamatan atas perilaku individu, mengintegralkan dengan perasaan batin dan citra rasa (humanistik).
Dari ketiga teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran perlu diterapkannya beberapa teori agar dengan pembelajaran tersebut dapat tercapainya proses belajar yang diharapkan.
3.2. Saran
Kritik dan saran sangat diharapkan untuk kesempurnaan makalah ini, dan semoga dengan adanya makalah ini kita bisa lebih memahami tentang teori-teori belajar dalam psikologi, sehingga kita diharapkan dapat lebih mengefektifkan kegiatan belajar dan mengajar dengan lebih baik lagi.




[1] Sudarwan Danim dan Khairil, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 37.
[2] Drs. Wasty Soemanto, M.Pd.,Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hlm. 123
[3]Muhibbinsyah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 103

[4]Ibid, hlm. 104
[5]Ibid, hlm. 106
[6] Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 33
[7] Dr. Mulyono Abdurrahman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 89
[8] Drs. Wasty Soemanto, M.Pd.,Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hlm. 127
[9] Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 36
[10] Sudarwan Danim dan Khairil, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 23





Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan bagi Anak Kesulitan Belajar. Jakarta: Rineka CIpta
Dalyono. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Danim, Sudarwan dan Khairil. 2011. Psikologi Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Muhibbinsyah. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Soemanto, Wasty. 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH SINGKAT BAHASA INGGRIS - OLD ENGLISH, MIDDLE ENGLISH, DAN MODERN ENGLISH

Asal Mula Bahasa Inggris             Gday teman-teman! Baiklah, setelah sangat lama rumah saya ini terbengkalai, sekarang akhirnya saya bisa aktif lagi di sini, dengan beberapa pembahasan dan konten baru tentunya. Nah di pembahasan bahasa Inggris ini saya mungkin akan mulai dengan sejarahnya aja deh. Karena kurang lengkap rasanya kita mempelajarinya tanpa tau asal-usulnya. Jadi gini teman-teman, bahasa Inggris zaman dulu dengan sekarang itu sangatlah berbeda, bahasa Inggris yang sekarang itu sudah mengalami banyak evolusi dan revolusi dari masa ke masa. Bahasa Inggris itu juga tidak muncul begitu saja, itu sebenarnya adalah hasil dari akulturasi dari beberapa bahasa. Yaitu melalui bangsa-bangsa yang pernah menginvasi Inggris (dulu belum bernama Inggris). Bangsa-bangsa tersebut adalah : a.        Brighton (Suku yang pertama kali menduduki Britania Raya, makanya dinamakan “Britain”, berasal ...

Makalah Tafsir Tarbawi - Metode Pendidikan Yang Terkandung dalam Surah An-Nahl ayat 125 dan surah Al-A'raf 176-177

BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena dengan pendidikan manusia akan mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya. Kemampuan yang dimiliki manusia mampu berinteraksi dengan lingkungannya baik lingkungan fisik, maupun lingkungan sosial, menempatkan peranan, posisi, tugas dan tanggung jawab sebagai makhluk sosial. Pendidikan merupakan suatu wadah untuk menciptakan interaksi antara pendidikan dan anak didik yang didalamnya mengandung nilai, kedua-duanya mempunyai tugas, posisi dan tanggung jawab yang berbeda. Pendidikan bertanggung jawab untuk mengantarkan anak didik kearah kedewasaan susila yang cakap dengan memberikan sejumlah ilmu pengetahuan dan dengan bantuan dan bimbingan dari pendidik. Dalam dunia proses belajar mengajar yang disingkat menjadi PBM, sebuah ungkapan popular kita kenal dengan "metode jauh lebih penting dari materi” demikian urgennya metode dalam p...

Filsafat Modern pada Masa Renaissance dan Aufkarung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tidak banyak orang yang sangat mengetahui, kecuali para sejarawan bahwa Eropa umumnya dan Italia khususnya menjadi modern seperti dewasa ini, sebenarnya telah dimulai sejak zaman Renaissance . Jika zaman Renaissance dimulai sekitar abad ke-14 maka untuk menghasilkan Eropa modern seperti dewasa ini diperlukan kurang lebih lima abad. Modernisasi bagaimana pun memerlukan waktu, bisa panjang bisa pendek tergantung dari berbagai faktor. Dan kini bangsa Indonesia sedang memodernisasi diri dengan harapan dapat menjadi bangsa dan negara yang modern dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain. Mungkinkah itu? Tergantung pada bangsa Indonesia sendiri, bagaimana menyiasatinya dalam dunia, yang semakin kompleks ini. 1.2. Rumusan Masalah 1. Jelaskan tentang latar belakang filsafat modern ! 2. Jelaskan tentang masa Renaissance ! 3. Jelaskan tentang masa Aufklarung ! 4. Bagaimana karakteristik filsafat masa Renaissa...