Langsung ke konten utama

Masyarakat Pedesaan, Masyarakat Perkotaan, dan Perubahan Sosial

A.    Masyarakat Pedesaan
Menurut Bintaro, Desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
Masyarakat pedesaan mempunyai sifat yang kaku tapi sangatlah ramah. Biasanya adat dan kepercayaan masyarakat sekitar yang membuat masyarakat pedesaan masih kaku, tetapi asalkan tidak melanggar hukum adat dan kepercayaan maka masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang ramah.
Pada hakikatnya masyarakat pedesaan adalah masyarakat pendukung seperti sebagai petani yang menyiapkan bahan pangan, sebagai PRT atau pekerjaan yang biasanya hanya bersifat pendukung tapi terlepas dari itu masyarakat pedesaan banyak juga yang sudah berpikir maju dan keluar dari hakikat itu.
1.      Ciri-ciri Masyarakat Pedesaan
Dalam buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mengenal ciri-ciri sebagai berikut :
·         Afektifitas. Ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.
·         Orientasi. Kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.
·         Partikularisme. Pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme).
·         Askripsi. Yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi).
·         Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.
2.      Unsur-unsur Desa
Sebuah Desa bisa disebut suatu Desa apabila ada unsur-unsur berikut:
·         Daerah, dalam arti tanah-tanah dalam hal geografis.
·         Penduduk, adalah hal yang meliputi jumlah pertambahan, kepadatan, persebaran, dan mata pencaharian penduduk desa setempat.
·         Tata Kehidupan, dalam hal ini pola pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan antar warga desa.

3.      Gejala-gejala yang Terjadi dalam Masyarakat Pedesaan
a)      Konflik ( Pertengkaran)
Ramalan orang kota bahwa masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang tenang dan harmonis itu memang tidak sesuai dengan kenyataan sebab yang benar dalam masyarakat pedesaan adalah penuh masalah dan banyak ketegangan. Karena setiap hari mereka yang selalu berdekatan dengan orang-orang tetangganya secara terus-menerus dan hal ini menyebabkan kesempatan untuk bertengkar amat banyak sehingga kemungkinan terjadi peristiwa-peristiwa peledakan dari ketegangan amat banyak dan sering terjadi.
Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi biasanya berkisar pada masalah sehari-hari rumah tangga dan sering menjalar ke luar rumah tangga. Sedang sumber banyak pertengkaran itu rupa-rupanya berkisar pada masalah kedudukan dan gengsi, perkawinan, dan sebagainya.
b)      Kontraversi (pertentangan)
Pertentangan ini bisa disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan (adat-istiadat), psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna (black magic). Para ahli hukum adat biasanya meninjau masalah kontraversi (pertentangan) ini dari sudut kebiasaan masyarakat.
c)      Kompetisi (Persiapan)
Dengan kodratnya masyarakat pedesaan adalah manusia-manusia yang mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasanya yang antara lain mempunyai saingan dengan manifestasi sebagai sifat ini. Oleh karena itu maka wujud persaingan itu bisa positif dan bisa negatif. Positif bila persaingan wujudnya saling meningkatkan usaha untuk meningkatkan prestasi dan produksi atau output (hasil). Sebaliknya yang negatif bila persaingan ini hanya berhenti pada sifat iri, yang tidak mau berusaha sehingga kadang-kadang hanya melancarkan fitnah-fitnah saja, yang hal ini kurang ada manfaatnya sebaliknya menambah ketegangan dalam masyarakat.

B.     Masyarakat Perkotaan
Masyarakat perkotaan sering disebut urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.
1.      Ciri-ciri Masyarakat Perkotaan
·         Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
·         Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu.
·         Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
·         Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa.
·         Interaksi yang terjadi lebih banyak terjadi berdasarkan pada faktor kepentingan dari pada faktor pribadi.
·         Pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan individu.
·         Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.
Perkembangan kota merupakan manifestasi dari pola kehidupan sosial , ekonomi , kebudayaan dan politik . Kesemuanya ini akan dicerminkan dalam komponen – komponen yang memebentuk struktur kota tersebut . Jumlah dan kualitas komponen suatu kota sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pertumbuhan kota tersebut.
2.      Unsur-unsur Kota
Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan , seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi :
·         Wisma : Untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya.
·         Karya : Untuk penyediaan lapangan kerja.
·         Marga : Untuk pengembangan jaringan jalan dan telekomunikasi
·         Suka : Untuk fasilitas hiburan, rekreasi, kebudayaan, dan kesenian.
·         Penyempurnaan : Untuk fasilitas keagamaan, perkuburan, pendidikan, dan utilitas umum.
Kelima unsur ini kemudian dirinci dalam perencanaan suatu kota tertentu sesuai dengan tuntutan kebutuhan yg spesifik untuk kota tersebut dimasa yg akan datang.
Untuk itu semua , maka fungsi dan tugas aparatur pemerintah kota harus ditingkatkan.
Oleh karena itu maka kebijaksanaan perencanaan dan mengembangkan kota harus dapat dilihat dalam kerangka pendekatan yang luas yaitu pendekatan regional . Rumusan pengembangan kota seperti itu tergambar dalam pendekatan penanganan masalah kota sebagai berikut :
·         Menekan angka kelahiran
·         Mengalihkan pusat pembangunan pabrik (industri) ke pinggiran kota
·         Membendung urbanisasi
·         Mendirikan kota satelit dimana pembukaan usaha relatif rendah
·         Meningkatkan fungsi dan peranan kota – kota kecil atau desa – desa yang telah ada di sekitar kota besar
·         Transmigrasi bagi warga yang miskin dan tidak mempunyai pekerjaan.

C.    Hubungan antara Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan
Desa dan kota dapat dikatakan memiliki hubungan yang erat. Hubungan ini terjadi karena adanya saling ketergantungan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Salah satu contohnya adalah kota yang tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan bahan-bahan pangan seperti beras, sayur, daging, dan ikan. Selain itu, kota juga membutuhkan sumber tenaga kerja kasar karena Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi bagi jenis jenis pekerjaan tertentu dikota. Misalnya saja buruh bangunan dalam proyek proyek perumahan. Proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja pekerja musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan dibidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
Tidak hanya dalam hal kebutuhan sehari-hari untuk masyarakat perkotaan, masyrakat pedesaan juga membutuhkan barang-barang dari kota seperti pakaian dan alat-alat pertanian. Kota juga menyediakan tenaga kerja untuk desa seperti tenaga kerja yang melayani di bidang kesehatan, elektronika dan alat transportasi.
Hubungan kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat akan menang, karena itu dalam hubungan desa-kota, makin besar suatu kota makin berpengaruh dan makin menentukan kehidupan perdesaan, begitu pula sebaliknya.
Dengan adanya hubungan Masyarakat Desa dan Kota yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan tersebut maka timbulah masalah baru yakni Urbanisasi, yaitu suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan.
Sebab-sebab Urbanisasi:
·         Faktor-faktor yang mendorong penduduk desa untuk meninggalkan daerah kediamannya (Push factors)
·         Faktor-faktor yang ada dikota yang menarik penduduk desa untuk pindah dan menetap dikota (pull factors)
Hal – hal yang termasuk push factor antara lain :
a)      Bertambahnya penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan lahan pertanian.
b)      Terdesaknya kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
c)      Penduduk desa, terutama kaum muda, merasa tertekan oleh oleh adat istiadat yang ketat sehingga mengakibatkan suatu cara hidup yang monoton.
d)     Di Desa tidak banyak kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
e)      Kegagalan panen yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti banjir, serangan hama, kemarau panjang, dsb. Sehingga memaksa penduduk desa untuk mencari penghidupan lain dikota.
Hal – hal yang termasuk pull factor antara lain :
a)      Penduduk desa kebanyakan beranggapan bahwa dikota banyak pekerjaan dan lebih mudah untuk mendapatkan penghasilan
b)      Dikota lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industri kerajinan.
c)      Pendidikan terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota dan lebih mudah didapat.
d)     Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan tempat pergaulan dengan segala macam kultur manusianya.
e)      Kota memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat atau untuk mengangkat diri dari posisi sosial yang rendah.[1]

D.    Perbedaan antara Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan
Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto (1994), per-bedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual.
Kita dapat membedakan antara masya-rakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan “berlawanan” pula. Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai berikut:
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan.
Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja.
Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.
Untuk menjelaskan perbedaan atau ciri-ciri dari kedua masyarakat tersebut dapat ditelusuri dalam hal sebagai berikut:
a)      Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam
Masyarakat pedesaan berhubungan kuat dengan alam, disebabkan oleh lokasi geografisnya di daerah desa. Mereka sulit “mengontrol” kenyataan alam yang dihadapinya, padahal bagi petani realitas alam ini sangat vital dalam menunjang kehidupannya.
b)      Pekerjaan atau Mata Pencaharian
Pada umumnya mata pencaharian daerah pedesaan adalah bertani. Mata pencaharian berdagan merupakan mata pencaharian sekunder. Sedangkan di masyarakat kota, mata pencaharian cenderung ,menjadi terspesialisasi, dan spesialisasi itu sendiri dapat dikembangkan.
c)      Ukuran Komunitas
Komunitas pedesaan biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan.
d)      Kepadatan Penduduk
Penduduk desa kepadatan penduduknya lebih rendah dibandingkan dengan kepadatan penduduk perkotaan.
e)      Homogenitas dan Heterogenitas
Homogenitas atau persamaan dalam ciri-ciri social dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan perilaku sering nampak pada masyarakat pedesaan bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Di kota sebaliknya, penduduknya heterogen, terdiri dari orang-orang dengan macam-macam subkultur, kesenangan, kebudayaan dan mata pencaharian.
f)       Diferensiasi Sosial
Keadaan heterogen dari penduduk kota berindikasi pentingnya derajat yang tinggi di dalam diferensiasi social. Kenyataan ini bertentangan dengan bagian-bagian kehidupan di masyarakat pedesaan.
g)      Pelapisan Sosial
Ada beberapa perbedaan “pelapisan sosial tak resmi” antara masyarakat kota dan masyarakat desa, namun di sini saya akan memberikan satu contoh saja, yaitu pada masyarakat desa, kesenjangan (gap) antara kelas eksterm dalam piramida sosial tidak terlalu besar, sedangkan pada masyarakat kota jarak antara kelas eksterm yang kaya dan miskin cukup besar.
h)     Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial berkaitan dengan perpindahan atau pergerakkan suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya, terjadinya peristiwa mobilitas sosial demikian disebabkan oleh penduduk kota yang heterogen. Dengan demikian, maka mobilitas sering terjadi di perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan.
i)        Interaksi Sosial
Tipe interaksi sosial di kota dengan di desa perbedaannya sangat kontras, baik aspek kualitasnya maupun kuantitasnya.
j)        Pengawasan Sosial
Tekanan sosial oleh masyarakat di pedesaan lebih kuat karena kontaknya yang bersifat pribadi dan ramah tamah (informal). Di kota pengawasan sosial lebih bersifat formal, pribadi, kurang “terkena” aturan yang ditegakkan.
k)      Pola Kepemimpinan
Menentukan kepemimpinan di pedesaan cenderung banyak ditentukan oleh kualitas pribadi dari individu dibandingkan dengan kota.
l)        Standar Kehidupan
Di kota, dengan konsentrasi dan jumlah penduduk yang padat, tersedia dan ada kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan dan fasilitas-fasilitas yang membahagiakan kehidupan, sedangkan di desa terkadang tidak demikian.
m)   Kesetiakawanan Sosial
Kesetiakawanan sosial atau kesatuan dan kepaduan pada masyarakat pedesaan merupakan akibat dari sifat-sifat yang sama, persamaan dalam pengalaman, tujuan yang sama, dimana bagian dari masyarakat pedesaan hubungan pribadinya bersifat informal dan tidak bersifat kontrak sosial (perjanjian).
n)     Nilai dan Sistem Nilai
Nilai dan system nilai di desa dengan di kota berbeda, dan dapat diamati dalam kebiasaan, cara, dan norma yang berlaku. Pada masyarakat pedesaan, misalnya mengenai nilai-nilai keluarga masih berperan. Dalam hal ini masyarakat kota bertentangan atau tidak sepenuhnya sama dengan sistem nilai desa.[2]

E. Perubahan Sosial
1.      Pengertian Perubahan Sosial
Menurut Jocous Ranjabar, perubahan sosial adalah proses dimana terjadi perubahan struktur masyarakat yang berjalan dengan perubahan kebudayaan dan fungsi suatu sistem sosial.[3]
Dalam kehidupan sehari-hari manusia memang tidak bisa lepas dari yang namanya perubahan. Sekalipun pada masyarakat yang primitive. Sedikit banyak pada masyarakat tersebut mengalami perubahan baik disadari oleh masing-masing individu atau tidak.
Secara garis besar, perubahan social dipengaruhi oleh factor yang berasal dari dalam masyarakat dan luar masyarakat itu sendiri. Diantara factor dari dalam masyarakat yaitu perubahan pada kondisi ekonomi, social, dan perkembangan IPTEK. Adapun yang berasal dari luar masyarakat biasanya yang terjadi diluar perencanaan manusia seperti bencana alam.[4]
2.      Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial
a)      Penemuan-penemuan Baru
Adanya penemuan teknologi baru dalam bidang elektronik, seperti radio, TV, dll. Penemuan ini akan dapat mempengaruhi bidang media massa. Selain itu juga penemuan baru kapal terbang untuk perang, yang akan membawa pengaruh untuk metode perang.
b)      Struktur Sosial
Yaitu perbedaan posisi dan fungsi dalam masyarakat.
c)      Inovasi
Atau disebut juga gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Kebaruan inovasi itu diukur secara subjektif, menurut pandangan individu yang menangkapnya. Jika suatu de dianggap baru ole seseorang, maka itu adalah inovasi.
d)     Perubahan Lingkungan Hidup
Terjadi karena bencana alam, seperti angin tofan, tsunami, dll. Yang mana menyebabkan masyarakatnya berpindah tempat dari tempat asal mereka ke tempat yang di tuju. Sehingga mata pencaharian mereka pun berpindah, yang asalnya nelayan menjadi petani atau buruh pabrik atau yang lainnya.
e)      Ukuran dan Komposisi Penduduk
Komposisi penduduk dunia terutama di Indonesia semakin meningkat. Hal ini mengakibatkan di beberapa Negara harus membuat peraturan tentang mempunyai dua anak cukup seperti halnya di china dan Indonesia yang pemerintahnya menerapkan program KB guna mencegah agar penduduknya tidak mengalami pembludakan.
3.      Faktor-faktor yang Mengambat Perubahan Sosial
a)      Kurangnya hubungan antara masyarakat satu dengan yang lainnya.
b)      Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.
c)      Sikap masyarakat yang tradisional.
d)      Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing.
e)      Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis.
f)        Masyarakat yang bersifat apatis
4.      Konsekuensi Perubahan Sosial
a)      Adanya Kepentingan individu dan kelompok
Situasi perubahan sangat menguntungkan beberapa orang dan kelompok tertentu sehingga mereka mengabaikan kensekuensi yang akan terjadi. Misalnya adalah banyaknya industri susu formula bayi yang berhasil diprogramkan sebagai makanan modern pengganti ASI. Hal tersebut akan memperkaya orang-orang yang mempuyai industri tersebut dengan mengorbankan kesehatan bayi, karena belum tentu semuanya cocok bagi kesehatan bayi, bahkan bisa menimbulkan efek samping.
b)      Timbulnya masalah sosial
Masalah social menurut Soejono Soekanto adalah tidak adanya persesuaian antara ukuran-ukuran dan nilai-nilai sosial dengan kenyataan-kenyataan serta tindakan-tindakan sosial . unsure pokok yang pertama dari masalah sosial yaitu perbedaan yang mencolok antara nilai-nilai dengan kondisi nyata kehidupan.[5]
c)      Kesenjangan Budaya
Terjadi kesenjangan budaya dalam masyarakat apabila terdapat aspek budaya yang ketinggalan di belakang aspek budaya lainnya yang berkaitan dengan aspek budaya tadi
d)     Cenderung Individualis
Masyarakat akan cenderung mementingkan dirinya sendiri akibat kemajuan perubahan dibidang teknologi.





[1] Drs. H. Abu Ahmadi. Ilmu Sosial Dasar : Mata Kuliah Dasar Umum. 2003. (Jakarta : Rineka Cipta), hlm. 34

[2] IB. M. Munandar Soelaeman. Ilmu sosial dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial. 1987. (Bandung: PT. Eresco), hlm. 37-46
[3] Jocobus Ranjabar, Perubahan Sosial Dalam Teori Makro Pendekatan Realitas Sosial. 2001. (Bandung: Alfabeta), hlm. 17
[4] Soerjono Soekanto, Sosiologi Sebuah Pengantar, Edisi ke-2. 1986. (Jakarta: Rajawali Pers), hlm. 285
[5] Soerjono Soeanto, Sosiologi suatu pengantar. 2005. (Jakarta: PT. Grafindo), hlm. 362





Ahmadi, Abu. Ilmu Sosial Dasar : Mata Kuliah Dasar Umum. 2003. Penerbit : Rineka Cipta.
Soelaeman, Munandar. Ilmu sosial dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial. 1987. Bandung : PT. Eresco.
Soekanto, Soejono. Sosiologi Sebuah Pengantar, Edisi ke-2. 1986. Jakarta : Rajawali Pers
Soekanto, Soejono . Sosiologi suatu pengantar. 2005. Jakarta : PT. Grafindo
Ranjabar, Jocobus. Sosial Dalam Teori Makro Pendekatan Realitas Sosial. 2001. Bandung : Alfabeta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Amar dan Nahi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memahami redaksi Al-Qur’an dan Al-Hadits bagaikan  menyelam ke dalam samudra yang dalam lagi luas, dibutuhkan kunci, metode dan keilmuan khusus untuk sampai ke sana sehingga kita bisa mengetahui maksud dan tujuan nash al-Qur’an dan Al-Hadits baik dari sudut teks maupun dari aspek makna. Di antara beberapa pembahasan yang berkaitan dengan hal tersebut, ada dua point penting yang keduanya harus diketahui secara mendalam oleh seorang calon Mujtahid. Objek utama yang akan dibahas dalam ushul fiqh adalah al-Qur’an dan sunnah Rasul sedang untuk memahami teks-teks dan sumber yang berbahasa Arab tersebut para ulama  telah menyusun semacam tematik yang akan digunakan dalam praktik penalaran fikih. Bahasa Arab menyampaikan suatu pesan dengan berbagai cara dan dalam berbagai tingkat kejelasan. Untuk itu para ahlinya telah membuat beberapa kategori lafal atau redaksi, di antara yang sangat penting dan akan dikemukakan disini. Antara lain tentang Am a r

Prasangka dan Diskriminasi, Pertentangan dan Integrasi Sosial

A.   Prasangka dan Diskriminasi 1.     Pengertian Prasangka Prasangka atau prejudice berasal dari kata latin prejudicium ,yang pengertiannya sekarang mengalami perkembangan sebagai berikut:  ·   Semula diartikan sebagai suatu preseden, artinya keputusan diambil atas dasar pengalaman yang lalu. ·   Dalam bahasa inggris mengandung arti pengambilan keputusan tanpa penelitian dan pertimbangan yang cermat, tergesa-gesa atau tidak matang.  ·   Untuk mengatakan prasangka dipersyaratkan pelibatan unsur emosional(suka-tidak suka)dalam keputusan yang telah diambil tersebut. Prasangka merupakan dasar pribadi seseorang yang setiap orang memilikinya, sejak masih kecil unsur sikap bermusuhan sudah nampak. Prasangka selalu ada pada mereka yang berfikirnya sederhana dan masyarakat yang tergolong cendekiawan, sarjana, dan pemimpin atau negarawan. Prasangka menunjukkan pada aspek sikap. Prasangka itu suatu sikap, yaitu sikap sosial. Menurut Morgan (1966), sikap adalah kecenderungan untuk

Pendekatan Pendidikan Aqidah

BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pendidikan aqidah sangat penting bagi kita apalagi kita sebagai pemeluk agama Islam harus mengerti tentang aqidah  Untuk itu kita perlu mempelajarinya sehingga kita mengerti dan bisa menjalankannya dalam kehidupan kita sehari-hari dan setelah kita memahaminya kita bisa memberitahukannya kepada orang lain yang belum tahu. Dan sebelum kita memberitahukan tentang aqidah kepada orang lain akan lebih baik jika kita mengetahui benuk-bentuk pendekatan pendidikan aqidah. Adapun bentuk-bentuk pendekatan pendidikan aqidah tersebut akan kami bahas dalam makalah ini. 1 . 2 .  Rumusan masalah 1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan pendidikan aqidah? 2. Apa saja bentuk-bentuk pendekatan pendidikan aqidah? 3. Jelaskan bentuk-bentuk pendekatan pendidikan aqidah? 1 .3 Tujuan 1. Memahami maksud dari pendekatan pendidikan aqidah. 2.Mengetahui bentuk-bentuk pendekatan pendidikan aqidah. 3. Memahami bentuk-bentuk pendekatan pendidikan aqi