A. Masyarakat Pedesaan
Menurut Bintaro, Desa merupakan perwujudan atau
kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat
itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan
daerah lain.
Masyarakat pedesaan mempunyai sifat yang kaku tapi sangatlah
ramah. Biasanya adat dan kepercayaan masyarakat sekitar yang membuat masyarakat
pedesaan masih kaku, tetapi asalkan tidak melanggar hukum adat dan kepercayaan
maka masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang ramah.
Pada hakikatnya masyarakat
pedesaan adalah masyarakat pendukung seperti sebagai petani yang menyiapkan
bahan pangan, sebagai PRT atau pekerjaan yang biasanya hanya bersifat pendukung
tapi terlepas dari itu masyarakat pedesaan banyak juga yang sudah berpikir maju
dan keluar dari hakikat itu.
1.
Ciri-ciri Masyarakat
Pedesaan
Dalam
buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot
Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional
(Gemeinschaft) yang mengenal ciri-ciri sebagai berikut :
·
Afektifitas. Ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan
dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong,
menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa
pamrih.
·
Orientasi. Kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu
mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan
orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman
persamaan.
·
Partikularisme. Pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan
keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif,
perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu
saja.(lawannya Universalisme).
·
Askripsi. Yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak
diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu
keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi).
·
Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam
hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat
desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian
tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih
murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.
2. Unsur-unsur Desa
Sebuah
Desa bisa disebut suatu Desa apabila ada unsur-unsur berikut:
·
Daerah, dalam arti tanah-tanah dalam hal geografis.
·
Penduduk, adalah hal yang meliputi jumlah pertambahan, kepadatan,
persebaran, dan mata pencaharian penduduk desa setempat.
·
Tata Kehidupan, dalam hal ini pola pergaulan dan ikatan-ikatan
pergaulan antar warga desa.
3. Gejala-gejala yang Terjadi
dalam Masyarakat Pedesaan
a) Konflik ( Pertengkaran)
Ramalan orang kota bahwa
masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang tenang dan harmonis itu memang tidak
sesuai dengan kenyataan sebab yang benar dalam masyarakat pedesaan adalah penuh
masalah dan banyak ketegangan. Karena setiap hari mereka yang selalu berdekatan
dengan orang-orang tetangganya secara terus-menerus dan hal ini menyebabkan
kesempatan untuk bertengkar amat banyak sehingga kemungkinan terjadi
peristiwa-peristiwa peledakan dari ketegangan amat banyak dan sering terjadi.
Pertengkaran-pertengkaran yang
terjadi biasanya berkisar pada masalah sehari-hari rumah tangga dan sering
menjalar ke luar rumah tangga. Sedang sumber banyak pertengkaran itu
rupa-rupanya berkisar pada masalah kedudukan dan gengsi, perkawinan, dan
sebagainya.
b) Kontraversi (pertentangan)
Pertentangan ini bisa
disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan (adat-istiadat), psikologi
atau dalam hubungannya dengan guna-guna (black magic). Para ahli hukum adat
biasanya meninjau masalah kontraversi (pertentangan) ini dari sudut kebiasaan
masyarakat.
c) Kompetisi (Persiapan)
Dengan kodratnya masyarakat
pedesaan adalah manusia-manusia yang mempunyai sifat-sifat sebagai manusia
biasanya yang antara lain mempunyai saingan dengan manifestasi sebagai sifat
ini. Oleh karena itu maka wujud persaingan itu bisa positif dan bisa negatif.
Positif bila persaingan wujudnya saling meningkatkan usaha untuk meningkatkan
prestasi dan produksi atau output (hasil). Sebaliknya yang negatif bila
persaingan ini hanya berhenti pada sifat iri, yang tidak mau berusaha sehingga
kadang-kadang hanya melancarkan fitnah-fitnah saja, yang hal ini kurang ada
manfaatnya sebaliknya menambah ketegangan dalam masyarakat.
B.
Masyarakat Perkotaan
Masyarakat perkotaan
sering disebut urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan
pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan
masyarakat pedesaan.
1.
Ciri-ciri Masyarakat
Perkotaan
·
Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan
dengan kehidupan keagamaan di desa.
·
Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya
sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah manusia
perorangan atau individu.
·
Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga
lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
·
Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan
pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa.
·
Interaksi yang terjadi lebih banyak terjadi
berdasarkan pada faktor kepentingan dari pada faktor pribadi.
·
Pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat
penting, untuk dapat mengejar kebutuhan individu.
·
Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata
di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.
Perkembangan kota merupakan
manifestasi dari pola kehidupan sosial , ekonomi , kebudayaan dan politik .
Kesemuanya ini akan dicerminkan dalam komponen – komponen yang memebentuk
struktur kota tersebut . Jumlah dan kualitas komponen suatu kota sangat
ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pertumbuhan kota tersebut.
2.
Unsur-unsur Kota
Secara umum dapat dikenal bahwa
suatu lingkungan perkotaan , seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi :
·
Wisma : Untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya.
·
Karya : Untuk penyediaan lapangan kerja.
·
Marga : Untuk pengembangan jaringan jalan dan telekomunikasi
·
Suka : Untuk fasilitas hiburan, rekreasi, kebudayaan, dan
kesenian.
·
Penyempurnaan : Untuk fasilitas keagamaan, perkuburan, pendidikan,
dan utilitas umum.
Kelima unsur ini kemudian dirinci dalam perencanaan suatu kota
tertentu sesuai dengan tuntutan kebutuhan yg spesifik untuk kota tersebut
dimasa yg akan datang.
Untuk itu semua , maka fungsi dan tugas aparatur pemerintah kota harus ditingkatkan.
Untuk itu semua , maka fungsi dan tugas aparatur pemerintah kota harus ditingkatkan.
Oleh karena itu maka kebijaksanaan perencanaan dan mengembangkan
kota harus dapat dilihat dalam kerangka pendekatan yang luas yaitu pendekatan
regional . Rumusan pengembangan kota seperti itu tergambar dalam pendekatan
penanganan masalah kota sebagai berikut :
·
Menekan angka kelahiran
·
Mengalihkan pusat pembangunan pabrik (industri) ke pinggiran kota
·
Membendung urbanisasi
·
Mendirikan kota satelit dimana pembukaan usaha relatif rendah
·
Meningkatkan fungsi dan peranan kota – kota kecil atau desa – desa
yang telah ada di sekitar kota besar
·
Transmigrasi bagi warga yang miskin dan tidak mempunyai pekerjaan.
C.
Hubungan antara Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat
Perkotaan
Desa dan kota dapat
dikatakan memiliki hubungan yang erat. Hubungan ini terjadi karena adanya
saling ketergantungan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Salah satu
contohnya adalah kota yang tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan
bahan-bahan pangan seperti beras, sayur, daging, dan ikan. Selain itu, kota
juga membutuhkan sumber tenaga kerja kasar karena Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi bagi jenis jenis
pekerjaan tertentu dikota. Misalnya saja buruh bangunan dalam proyek proyek
perumahan. Proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan
tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja pekerja musiman. Pada saat
musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan dibidang pertanian
mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota terdekat
untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
Tidak hanya dalam hal
kebutuhan sehari-hari untuk masyarakat perkotaan, masyrakat pedesaan juga membutuhkan
barang-barang dari kota seperti pakaian dan alat-alat pertanian. Kota juga
menyediakan tenaga kerja untuk desa seperti tenaga kerja yang melayani di
bidang kesehatan, elektronika dan alat transportasi.
Hubungan kota-desa cenderung
terjadi secara alami yaitu yang kuat akan menang, karena itu dalam hubungan
desa-kota, makin besar suatu kota makin berpengaruh dan makin menentukan
kehidupan perdesaan, begitu pula sebaliknya.
Dengan adanya hubungan
Masyarakat Desa dan Kota yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan
tersebut maka timbulah masalah baru yakni Urbanisasi, yaitu suatu proses
berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa
urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan.
Sebab-sebab Urbanisasi:
·
Faktor-faktor yang mendorong penduduk desa untuk meninggalkan
daerah kediamannya (Push factors)
·
Faktor-faktor yang ada dikota yang menarik penduduk desa untuk
pindah dan menetap dikota (pull factors)
Hal – hal
yang termasuk push
factor antara lain :
a)
Bertambahnya penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan
lahan pertanian.
b)
Terdesaknya kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
c)
Penduduk desa, terutama kaum muda, merasa tertekan oleh oleh adat
istiadat yang ketat sehingga mengakibatkan suatu cara hidup yang monoton.
d)
Di Desa tidak banyak kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
e)
Kegagalan panen yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti banjir,
serangan hama, kemarau panjang, dsb. Sehingga memaksa penduduk desa untuk
mencari penghidupan lain dikota.
Hal – hal
yang termasuk pull
factor antara lain :
a)
Penduduk desa kebanyakan beranggapan bahwa dikota banyak pekerjaan
dan lebih mudah untuk mendapatkan penghasilan
b)
Dikota lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan
rumah menjadi industri kerajinan.
c)
Pendidikan terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota dan
lebih mudah didapat.
d)
Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan
merupakan tempat pergaulan dengan segala macam kultur manusianya.
e)
Kota memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol
sosial yang ketat atau untuk mengangkat diri dari posisi sosial yang rendah.[1]
D.
Perbedaan antara Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat
Perkotaan
Dalam masyarakat modern, sering
dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan
(urban community). Menurut Soekanto (1994), per-bedaan tersebut sebenarnya
tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam
masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh
dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada
hakekatnya bersifat gradual.
Kita dapat membedakan antara
masya-rakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik
tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi
sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan
kadang-kadang dikatakan “berlawanan” pula. Perbedaan ciri antara kedua sistem
tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai
berikut:
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan.
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan.
Sistem kekerabatan dan kelompok
kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada
umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang
genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk
adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan
pekerjaan sambilan saja.
Golongan orang-orang tua pada
masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta
nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno
(1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya
terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.
Untuk menjelaskan perbedaan atau
ciri-ciri dari kedua masyarakat tersebut dapat ditelusuri dalam hal sebagai
berikut:
a)
Lingkungan Umum dan Orientasi
Terhadap Alam
Masyarakat pedesaan berhubungan kuat
dengan alam, disebabkan oleh lokasi geografisnya di daerah desa. Mereka sulit
“mengontrol” kenyataan alam yang dihadapinya, padahal bagi petani realitas alam
ini sangat vital dalam menunjang kehidupannya.
b)
Pekerjaan atau Mata Pencaharian
Pada umumnya mata pencaharian daerah
pedesaan adalah bertani. Mata pencaharian berdagan merupakan mata pencaharian
sekunder. Sedangkan di masyarakat kota, mata pencaharian cenderung ,menjadi
terspesialisasi, dan spesialisasi itu sendiri dapat dikembangkan.
c)
Ukuran Komunitas
Komunitas pedesaan biasanya lebih
kecil dari komunitas perkotaan.
d)
Kepadatan Penduduk
Penduduk desa kepadatan penduduknya
lebih rendah dibandingkan dengan kepadatan penduduk perkotaan.
e)
Homogenitas dan Heterogenitas
Homogenitas atau persamaan dalam
ciri-ciri social dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan
perilaku sering nampak pada masyarakat pedesaan bila dibandingkan dengan
masyarakat perkotaan. Di kota sebaliknya, penduduknya heterogen, terdiri dari
orang-orang dengan macam-macam subkultur, kesenangan, kebudayaan dan mata
pencaharian.
f)
Diferensiasi Sosial
Keadaan heterogen dari penduduk kota
berindikasi pentingnya derajat yang tinggi di dalam diferensiasi social.
Kenyataan ini bertentangan dengan bagian-bagian kehidupan di masyarakat pedesaan.
g)
Pelapisan Sosial
Ada beberapa perbedaan “pelapisan
sosial tak resmi” antara masyarakat kota dan masyarakat desa, namun di sini
saya akan memberikan satu contoh saja, yaitu pada masyarakat desa, kesenjangan
(gap) antara kelas eksterm dalam piramida sosial tidak terlalu besar, sedangkan
pada masyarakat kota jarak antara kelas eksterm yang kaya dan miskin cukup
besar.
h) Mobilitas
Sosial
Mobilitas sosial berkaitan dengan
perpindahan atau pergerakkan suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya, terjadinya
peristiwa mobilitas sosial demikian disebabkan oleh penduduk kota yang
heterogen. Dengan demikian, maka mobilitas sering terjadi di perkotaan
dibandingkan dengan di pedesaan.
i)
Interaksi Sosial
Tipe interaksi sosial di kota dengan
di desa perbedaannya sangat kontras, baik aspek kualitasnya maupun
kuantitasnya.
j)
Pengawasan Sosial
Tekanan sosial oleh masyarakat di
pedesaan lebih kuat karena kontaknya yang bersifat pribadi dan ramah tamah
(informal). Di kota pengawasan sosial lebih bersifat formal, pribadi, kurang
“terkena” aturan yang ditegakkan.
k)
Pola Kepemimpinan
Menentukan kepemimpinan di pedesaan
cenderung banyak ditentukan oleh kualitas pribadi dari individu dibandingkan
dengan kota.
l)
Standar Kehidupan
Di kota, dengan konsentrasi dan
jumlah penduduk yang padat, tersedia dan ada kesanggupan untuk memenuhi
kebutuhan dan fasilitas-fasilitas yang membahagiakan kehidupan, sedangkan di
desa terkadang tidak demikian.
m) Kesetiakawanan
Sosial
Kesetiakawanan sosial atau kesatuan
dan kepaduan pada masyarakat pedesaan merupakan akibat dari sifat-sifat yang
sama, persamaan dalam pengalaman, tujuan yang sama, dimana bagian dari
masyarakat pedesaan hubungan pribadinya bersifat informal dan tidak bersifat
kontrak sosial (perjanjian).
n) Nilai
dan Sistem Nilai
Nilai dan system nilai di desa
dengan di kota berbeda, dan dapat diamati dalam kebiasaan, cara, dan norma yang
berlaku. Pada masyarakat pedesaan, misalnya mengenai nilai-nilai keluarga masih
berperan. Dalam hal ini masyarakat kota bertentangan atau tidak sepenuhnya sama
dengan sistem nilai desa.[2]
E. Perubahan Sosial
1. Pengertian Perubahan Sosial
Menurut
Jocous Ranjabar, perubahan sosial adalah proses dimana terjadi perubahan
struktur masyarakat yang berjalan dengan perubahan kebudayaan dan fungsi suatu
sistem sosial.[3]
Dalam kehidupan
sehari-hari manusia memang tidak bisa lepas dari yang namanya perubahan.
Sekalipun pada masyarakat yang primitive. Sedikit banyak pada masyarakat
tersebut mengalami perubahan baik disadari oleh masing-masing individu atau
tidak.
Secara
garis besar, perubahan social dipengaruhi oleh factor yang berasal dari dalam
masyarakat dan luar masyarakat itu sendiri. Diantara factor dari dalam
masyarakat yaitu perubahan pada kondisi ekonomi, social, dan perkembangan
IPTEK. Adapun yang berasal dari luar masyarakat biasanya yang terjadi diluar
perencanaan manusia seperti bencana alam.[4]
2. Faktor-faktor yang Menyebabkan
Perubahan Sosial
a)
Penemuan-penemuan Baru
Adanya penemuan teknologi baru dalam bidang elektronik,
seperti radio, TV, dll. Penemuan ini akan dapat mempengaruhi bidang media massa.
Selain itu juga penemuan baru kapal terbang untuk perang, yang akan membawa
pengaruh untuk metode perang.
b)
Struktur Sosial
Yaitu perbedaan posisi dan fungsi dalam masyarakat.
c)
Inovasi
Atau disebut juga gagasan, tindakan atau barang yang
dianggap baru oleh seseorang. Kebaruan inovasi itu diukur secara subjektif,
menurut pandangan individu yang menangkapnya. Jika suatu de dianggap baru ole
seseorang, maka itu adalah inovasi.
d)
Perubahan Lingkungan Hidup
Terjadi karena bencana alam, seperti angin tofan, tsunami,
dll. Yang mana menyebabkan masyarakatnya berpindah tempat dari tempat asal
mereka ke tempat yang di tuju. Sehingga mata pencaharian mereka pun berpindah,
yang asalnya nelayan menjadi petani atau buruh pabrik atau yang lainnya.
e)
Ukuran dan Komposisi Penduduk
Komposisi penduduk dunia terutama di Indonesia semakin
meningkat. Hal ini mengakibatkan di beberapa Negara harus membuat peraturan
tentang mempunyai dua anak cukup seperti halnya di china dan Indonesia yang
pemerintahnya menerapkan program KB guna mencegah agar penduduknya tidak
mengalami pembludakan.
3.
Faktor-faktor yang Mengambat
Perubahan Sosial
a)
Kurangnya hubungan antara masyarakat satu dengan yang
lainnya.
b)
Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.
c)
Sikap masyarakat yang tradisional.
d)
Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing.
e)
Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis.
f)
Masyarakat yang bersifat apatis
4. Konsekuensi Perubahan Sosial
a)
Adanya Kepentingan individu dan kelompok
Situasi perubahan sangat menguntungkan beberapa orang dan
kelompok tertentu sehingga mereka mengabaikan kensekuensi yang akan terjadi.
Misalnya adalah banyaknya industri susu formula bayi yang berhasil diprogramkan
sebagai makanan modern pengganti ASI. Hal tersebut akan memperkaya orang-orang
yang mempuyai industri tersebut dengan mengorbankan kesehatan bayi, karena
belum tentu semuanya cocok bagi kesehatan bayi, bahkan bisa menimbulkan efek
samping.
b)
Timbulnya masalah sosial
Masalah social menurut Soejono Soekanto adalah tidak adanya
persesuaian antara ukuran-ukuran dan nilai-nilai sosial dengan
kenyataan-kenyataan serta tindakan-tindakan sosial . unsure pokok yang pertama
dari masalah sosial yaitu perbedaan yang mencolok antara nilai-nilai dengan
kondisi nyata kehidupan.[5]
c)
Kesenjangan Budaya
Terjadi kesenjangan budaya dalam masyarakat apabila terdapat
aspek budaya yang ketinggalan di belakang aspek budaya lainnya yang berkaitan
dengan aspek budaya tadi
d)
Cenderung Individualis
Masyarakat akan cenderung mementingkan dirinya sendiri
akibat kemajuan perubahan dibidang teknologi.
[1] Drs. H. Abu Ahmadi. Ilmu Sosial Dasar : Mata Kuliah Dasar Umum.
2003. (Jakarta : Rineka Cipta), hlm. 34
[2] IB. M. Munandar Soelaeman. Ilmu sosial dasar: Teori dan Konsep
Ilmu Sosial. 1987. (Bandung: PT. Eresco), hlm. 37-46
[3] Jocobus Ranjabar, Perubahan Sosial Dalam Teori Makro Pendekatan
Realitas Sosial. 2001. (Bandung: Alfabeta), hlm. 17
[4] Soerjono Soekanto, Sosiologi Sebuah Pengantar, Edisi ke-2.
1986. (Jakarta: Rajawali Pers), hlm. 285
[5] Soerjono Soeanto, Sosiologi suatu pengantar. 2005. (Jakarta:
PT. Grafindo), hlm. 362
Ahmadi, Abu. Ilmu Sosial Dasar : Mata Kuliah Dasar Umum. 2003. Penerbit : Rineka Cipta.
Soelaeman, Munandar. Ilmu sosial dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial. 1987. Bandung : PT. Eresco.
Soekanto, Soejono . Sosiologi suatu pengantar. 2005. Jakarta : PT. Grafindo
Ranjabar, Jocobus. Sosial Dalam Teori Makro Pendekatan Realitas Sosial. 2001. Bandung : Alfabeta
Komentar
Posting Komentar