Langsung ke konten utama

Psikologi "Perasaan"

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada umumnya perbuatan kita sehari-hari disrtai oleh perasan-perasaan tertentu, yaitu perasaan senang atau perasaan tidak senang.
Perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengaruh pengetahuannya dinilai sebagai keadaan positif dan negatif. Selain itu dalam pandangan Dirganusa, Perasaan (feeling) mempunyai dua arti. Di tinjau secara fisiologis, perasaan adalah pengindraan, sehingga merupakan salah satu fungsi tubuh untuk mengadakan kontak dengan dunia luar. Dalam psikologis, perasaan mempunyai fungsi menilai, yaitu penilaian terhadap sesuatu hal. Makna penilaian ini tampak misalnya “ Saya rasa nanti sore hari akan hujan. Macam-macam perasaan Menurut Max Scheler membagi perasaan menjadi empat golongan yaitu Perasaan pengindraan, Perasaan vital, Perasaan psikis, Perasaan pribadi, dan menurut W. Stren mengadakan pembagian perasaan sebagai berikut : Perasaan yang bersangkutan dengan masa kini, Perasaan yang bersangkutan dengan masa lampau, Perasaan yang bersangkutan dengan masa yang akan datang, Sedangkan menurut Drs. Agus Sujanto membagi rumpun perasaan sebagai berikut : Perasaan rendah (biologis), Perasaan luhur (rohani).
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu Perasaan?
2. Apa saja Jenis-jenis Perasaan?
3. Sebutkan Nilai Perasaan Bagi Pendidikan?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian perasaan.
2. Mengetahui jenis-jenis perasaan.
3. Mengetahui nilai perasaan bagi pendidikan.
BAB II
ISI
2.1. Pengertian Perasaan
            Istilah Perasaan dipergunakan oleh banyak orang untuk menunjukkan kepada diwarnainya kegiatan seseorang sehari-hari dengan segi-segi emosional.[1]
Perasaan adalah sesuatu keadaan kerohanian yang dialami oleh seseorang, yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Perasaan adalah lebih subjektif dari pada gejala mengenal;
b. Pada umumnya perasaan bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan;
c. Perasaan ini dialami sebagai rasa enak dan tidak enak dalam berbagai tingkat.
            Sungguhpun demikian perasaan itu selalu erat berhubungan dengan gejala-gejala jiwa yang lain, yang sifatnya internal dan beraspek aktif dan pasif. Dikatakan aktif karenayang bersangkutan berusaha untuk member nilai atau merasakan, sedang dikatakan pasif karena dikenai nilai lain. Ini akan lebih jelas apabila kita berikan contoh yang kongkret, misalnya : meraba benda, aktif karena menyinggung, dan pasif karena disinggung benda.
            Linschoten mengadakan pembagian perasaan menurut modalitennya menjadi tiga hal yaitu :
a. Suasana hati, ialah rasa yang terkandung dalam situasi kejiwaan yang dapat berlangsung lama, situasi ini dibedakan dalam keadaan : euphoor (gembira), netiaal (acuh tak acuh), dysphoor (murang).
b. Perasaan dalam arti sempit, yaitu rasa yang selalu bersangkut paut dengan situasi, dimana di dalamnya terdapat hasil konfrontasi harga diri dengan harga lainnya, sehingga terdapat banyak ragam perasaan misalnya : heran, anti pati, congkak, tidak senang, mual, simpati, belas kasihan, segan, rasa tinggi, merawan, takjub, kaget, rasa tidak enak, ramah tamah, penghinaan, rasa cinta, rasa tidak sempurna, rasa disalahkan, terhina, rasa hormat, dan lain sebagainya.
c. Emosi, ialah afektifitas yang melebihi batas, sehingga kadang-kadang tidak dapat menguasai diri dan menyebabkan hubungan sosialnya terganggu.yang pada pokoknya orang yang mengalami tidak dapat menyesuaikan dirinya dengan keadaan sekitar.[2]
            Menurut Maramis (1999), perasaan adalah nada peraasan menyenangkan atau tidak, yang menyertai suatu pikiran dan biasanya berlangsung lama sserta kurang disertai oleh komponen fisiologis.
            Menurut Kartono K. (1996), perasaan atau renjana adalah reaksi rasa dari segenap organism psiko-fisik.
            Menurut Abu Ahmadi (1983), Perasaan adalah suatu keadaan kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang kita alami dengan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan subjektif.
Perasaan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Subyektif. Kesukaan saya terhadap tempe hangat, termasuk jika dibandingkan dengan ayam goreng, terkesan tidak obyektif. Dari tinjauan nilai gizi jelas ayam lebih bergizi. Dari unsur bahan, daging lebih enak daripada kedelai (saya bukan seorang vegetarian). Dari unsur harga, meski terkesan ayam lebih mahal, tapi saya pernah beli sepotong ayam seharga seribu sama dengan harga tempe. Secara obyektif seharusnya ayam lebih dipilih daripada tempe hangat. Tapi bagi saya beda. Bagi saya tempe lebih punya “teste”. Saya ga peduli orang mau bilang apa, suka-suka gue mau suka apa. Inilah subyektifitas saya tentang tempe hangat. Sangat mungkin setiap orang memil iki selera perasaan yang berbeda-beda. Terserah dia secara subyektif.
2. Mudah Berubah. Apa yang kita benci hari ini, bisa jadi menjadi kita sukai keesokan hari. Apa yang anda rasakan saat ini ketika membaca artikel ini akan berubah ketika anda membacanya kembali di lain waktu. Nasi goreng yang terasa nikmat saat kita sarapan sangat mungkin membosankan bagi kita kalau kita memakan menu yang sama siang harinya. Begitulah, perasaan kita senantiasa berubah-ubah. Namun kadar perasaan itu sangat dipengaruhi oleh prosesnya. Sebuah proses yang lama akan melahirkan perasaan yang lebih mendalam dibandingkan dengan proses yang cepat. Orang yang jatuh cinta karena proses pembiasaan akan lebih bertahan daripada yang cinta pada pandangan pertama.
3. Tidak Berdiri Sendiri. Perasaan tidak bisa muncul tanpa adanya stimulasi atau berhubungan dengan proses jiwa yang lain. Perasaan baru muncul ketika kita melakukan pengamatan, atau berfantasi atau berpikir, atau ketika mengindra. Perasaan tidak akan merasakan apa-apa jika tidak ada stimulus apapun.
4. Mengandung Penilaian. Dalam merasa sebenarnya kita membandingkan dengan perasaan-perasaan yang pernah kita rasakan sebelumnya, sebelum kemudian kita menilai. Ini menyenangkan atau tidak menyenangkan. Apa yang menyenangkan bagi seseorang belum tentu menyenangkan bagi orang lain. Seseorang mungkin sangat menyenangi uang karena pernah merasakan nikmatnya punya uang atau karena menderitanya orang tidak punya uang.
5. Bekerja berdasar prinsip kesenangan. Perasaan tidak memilih apa yang benar-salah atau baik-buruk. Ia hanya memilih berdasar prinsip kesenangan. Mana yang menyenangkan bagi jiwa itu yang selalu ia pilih. Perasaan tidak pernah memilih jalan penderitaan. Setiap penundaan terhadap kesenangan akan menimbulkan penderitaan, karena itu ia bersifat hedon.
Untuk menjelaskan proses bekerjanya perasaan tidak bisa diamati pada kasus remaja atau orang dewasa, karena pilihan-pilihan atau respon-respon remaja dan orang dewasa sudah mengalami kompleksitas yang luar biasa.
Maka untuk mengamati cara kerja perasaan adalah dengan melihat anak kecil yang asumsinya pola merespon dia belum menggunakan pikiran dan nilai secara maksimal. Pertama, bayi harus memulai pengalaman rasa dengan melakukan pengindraan. Dari mulutnya ia merasakan manis, asam, asin. Dari hidungnya ia mencium bau-bauan. Dari telinga ia mendengar sapaan orang-orang di sekelilingnya. Dari mata ia bisa melihat ekspresi wajah orang-orang disekelilingnya, dst. Pengalaman rasa itu disimpan dalam memori. Ia juga memori reaksi-reaksi orang-orang di sekelilingnya ketika ia melakukan sesuatu. Itulah pengalaman-pengalaman perasaan yang pertama-pertama. Ia menggunakan instingnya untuk mendapatkan pengalamannya yang pertama dn dengan itulah ia merespon setiap stimulus. Jangan heran jika perilaku bayi banyak bersifat trial-error (mencoba-coba). Ketika ia mulai beranjak besar, ketika ia sudah mulai bisa memilih-milih, maka pilihan-pilihan itu tidak lagi berdasarkan insting semata, tetapi juga karena melalui perbandingan perasaan yang ia dapatkan dari pengalaman-pengalaman sebelumnya. Ia memilih apa yang menyenangkan bagi dia. Maka karena itu, secara potensial perasaan senantiasa mengarahkan hanya pada kesenangan semata. Ia tidak pernah mengarahkan pilihan individu pada perasaan sakit atau menderita. Inilah prinsip kerja perasaan. Lantas, bagaimana penjelasan orang yang rela memilih untuk menderita. Seperti ketika seseorang harus memilih antara jalan hidup yang benar menurut logika dia walaupun harus merasakan penderitaan dengan dikucilkan atau bahkan disingkirkan dari keluarga. Bukankah ia lebih memilih menderita daripada bahagia. Benar, pada banyak kasus kita menemukan orang-orang lebih memilih menderita daripada bahagia. Tapi ingat, pilihan itu bukan berdasarkan perasaan. Pada banyak kasus orang lebih rela menderita karena lebih memilih apa yang ia anggap benar (kebenaran). Pilihan ini tidak didasarkan perasaan tetapi kelogisan, hasil pemikiran yang logis yang menurut ia benar dan karena kebenaran itu ia rela menderita perasaan. Sehingga, seandainya kita abaikan faktor pemikiran, pastilah seseorang akan memilih kebahagiaan. Kalau kita bertanya pada setiap individu, “apa sebenarnya yang kamu cari dalam hidup ini ?” jawabannya hanya ada dua, “kebahagiaan” atau “kebenaran”. Yang satu berdimensi perasaan dan satu berdimensi pikiran. Begitulah, secara alamiah perasaan akan mengarahkan manusia pada pilihan yang membahagiakan, tapi interupsi pikiran dapat merubah alur alamiah ini. Sehingga respon-respon kita terhadap stimulasi tidak hanya mengikuti arahan perasaan saja. Maka kita juga perlu mengetahui bagaimana cara bekerjanya pikiran sehingga kita juga dapat mengetahui kapan pikiran akan mengiterupsi arahan perasaan itu.[3]
2.2. Jenis-Jenis Perasaan
Dalam mempelajari perasaan, hal ini tampak pada pembagian perasaan  yang dilakukan oleh para ahli.
Menurut Max Scheler membagi perasaan menjadi empat golongan yaitu:
a.       Perasaan pengindraan, yaitu perasaan yang berhubungan dengan pengindraan misalnya: rasa panas, dingin dan sakit.
b.      Perasaan vital, yaitu perasaan yang berhubungan dengan keadaan tubuh misalnya: rasa lesu, segar.
c.       Perasaan psikis, yaitu perasaan yang menyebabkan perubahan-perubahan psikis misalnya: rasa senang, sedih.
d.      Perasaan pribadi, yaitu perasaan yang dialami secara pribadi misalnya: perasaan terasing.
W. Stren mengadakan pembagian perasaan sebagai berikut:
a.       Perasaan yang bersangkutan dengan masa kini, misalnya perasaan senang yang diperlihatkan masa sekarang  dalam hubungan dengan ransangan-ransangan yang dialami pada waktu sekarang juga.
b.      Perasaan yang bersangkutan dengan masa lampau, misalnya perasaan senang pada waktu sekarang yang ditimbulkan oleh suatu peristiwa di masa lampau.
c.       Perasaan yang bersangkutan dengan masa yang akan datang, misalnya perasaan senang sehubungan dengan peristiwa-peristiwa yang akan datang.
E.B. Titchener membagi perasaan menjadi:
a.       Perasaan dapat dilihat intensitasnya, yaitu kuat atau lemahnya perasaan itu, misalnya: Jengkel sekali, agak jengkel, gembira sekali, sedikit gembira.
b.      Perasaan dapa dilihat kualitasnya sehingga kita dapat membedakan perasaan sedih dan gembira, kecewa, taku, dsb.
c.       Perasaan menghinggapi seseorang untuk jangka waktu tertentu, ada perasaan-perasaan yang sebentar menghilang, tetapi ada pula perasaan-perasaan yang bertahan lama. Suatu perasaan yang sukar dihilangkan disebut perseverasi.[4]
Disamping itu, Konstamm memberikan klasifikasi perasaan sebagai berikut:
a.       Perasaan Keindraan, perasaan yang berhubungan dengan panca indra seperti asam, asin, pahit, manis dan sebagainya.
b.      Perasaan kejiwaan, dalam golongan ini perasaan masih deibedakan lagi atas:
                         i.          Perasaan intelektual, perasaan yang timbul saat seseorang dapat memecahkan suatu masalah atau mendapatkan hal-hal yang baru, dari segi intelektual perasaan ini juga merupakan suatu pendorong atau motivasi individu dalam berbuat;
                       ii.          Perasaan kesusilaan, adalah perasaan yang timbul ketika seseorang mengalami hal-hal baik atau buruk menurut norma kesusilaan;
                     iii.          Perasaan keindahan, perasaan ini timbul ketika seseorang mengamati suatu objek baik yang indah ataupun yang buruk;
                     iv.          Perasaan kemasyarakatan, perasaan yang timbul ketika berhubungan dengan orang lain dalam bermasyarakat. Misal benci, senang atau simpati;
                       v.          Perasaan harga diri, perasaan yang menyertai harga diri seseorang, baik itu negatif ataupun positif;
                     vi.          Perasaan ketuhanan, perasaam yang berkaitan dengan kekuasaan Tuhan, perasaan yang dimiliki manusia sebagai makhluk tuhan.
Sedangkan menurut Drs. Agus Sujanto membagi rumpun perasaan sebagai berikut:
a.       Perasaan rendah (biologis) terdiri atas :
                         i.          Perasaan keinderaan (sensoris), ialah perasaan yang timbul waktu indera kita menerima ransangan.
                       ii.          Perasaan vital (kehidupan), ialah perasaan yang bergantung kepada keadaan tubuh kia sesewaktu, misalnya merasa senang sekali karena sehat.
                     iii.          Perasaan tanggapan, ialah perasaan yang mengiringi apabila kita menanggap sesuatu atau keadaan, misalnya seorang prajurit masih merasa senang sekali kalau ia ingat betapa sang saka berkibar dengan megahnya.
                     iv.          Perasaan instink, ialah perasaan yang mengiringi sesuatu instink yang sedang timbul, misalnya kita akan merasa senang, kalau pada saat makan, di meja makan selalu tersedia hidangan yang berganti-gantian.
b.      Perasaan luhur (rohani) terdiri atas :
                         i.          Perasaan keindahan, ada dua macam : perasaan keindahan negatif, ialah perasaan yang timbul kalau kita mengindera sesuatu yang buruk. Perasaan keindahan yang positif, ialah perasaan keindahan yang timbul kalau kita mengindera sesuatu yang baik.
                       ii.          Perasaan intelek, ialah perasaan yang timbul sebagai akibat dari hasil intelek, misalnya kalau kita dapat memecahkan sesuatu yang sulit, timbul rasa senang dan sebaliknya.
                     iii.          Perasaan kesusilaan, ialah perasaan yang timbul karena indera kita menerima peransang susila atau jahat.
                     iv.          Perasaan ketuhanan, ialah perasaan yang timbul dalam mengetahui adanya tuhan. Misalnya orang akan merasa bahagia kalau ia merasa bahwa tuhan selalu melindungi dan dekat padanya.
                       v.          Perasaan diri, ini ada dua macam : positif dan negatif. Perasaan diri positif adalah perasaan yang timbul bila ia dapat berbuat sama atau lebih dari orang lain. Perasaan diri negatif adalah perasaan yang timbul kalau tidak dapat berbuat seperti atau mendekati orang lain.
                     vi.          Perasaan simpati, ialah perasaan yang timbul karena orang lain mengalami rasa senang atau tidak senang.
                   vii.          Perasaan sosial, ialah perasaan yang timbul karena melihat keadaan masyarakat.[5]

2.3. Nilai Perasaan Bagi Pendidikan
·         Dapat mendidik ke arah kebaikan atau keburukan;
·         Dapat menimbulkan kebahagiaan, terutama kebahagiaan rohani;
·         Dapat menanamkan rasa intelektual pada anak didik;
·         Perasaan dapat membawa manusia ke arah kebaikan dan keburukan. Jadi dapatlah anak manusia dididik;
·         Perasaan-perasaan rohaniah dapat menimbulkan kebahagiaan bagi manusia;
·         Hindarkanlah segala sesuatu yang dapat menimbulkan rasa rendah dan jahat kepada anak-anak, sekalipun hanya dengan kata-kata;
·         Kalau pendidik dapat dengan baik menanamkan rasa intelek, maka pada anak akan timbul rasa diri positif, tapi tidak sombong.
                       






BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Perasaan adalah sesuatu keadaan kerohanian yang dialami oleh seseorang. Istilah Perasaan dipergunakan oleh banyak orang untuk menunjukkan kepada diwarnainya kegiatan seseorang sehari-hari dengan segi-segi emosional.
Ada begitu banyak pendapat para ahli tentang jenis-jenis perasaan, diantaranya adalah Menurut Max Scheler membagi perasaan menjadi empat golongan yaitu:
·         Perasaan pengindraan, yaitu perasaan yang berhubungan dengan pengindraan misalnya: rasa panas, dingin dan sakit.
·         Perasaan vital, yaitu perasaan yang berhubungan dengan keadaan tubuh misalnya: rasa lesu, segar.
·         Perasaan psikis, yaitu perasaan yang menyebabkan perubahan-perubahan psikis misalnya: rasa senang, sedih.
·         Perasaan pribadi, yaitu perasaan yang dialami secara pribadi misalnya: perasaan terasing.
Yang mana nilai perasaan itu sendiri bagi pendidikan diantaranya adalah
·          Dapat mendidik ke arah kebaikan atau keburukan;
·         Dapat menimbulkan kebahagiaan, terutama kebahagiaan rohani;
·         Dapat menanamkan rasa intelektual pada anak didik;

3.2. Saran
            Pendidikan Psikologi merupakan dasar untuk mempelajari jiwa manusia. Dalam rangka proses pembelajaran dilingkungan kita, sebaiknya kita memupuk jiwa dengan hal-hal yang bersifat positif, pemikiran yang bersih untuk menyelaraskan kehidupan yang penuh dengan aturan-aturah dan penuh dengan berbagai macam konflik sehingga jiwa tetap tenang.






[1] Dr. Wayan Ardhana. Pokok-pokok Jiwa Umum. Surabaya: Usaha Nasional. 1985. Hlm. 146
[2] Dakir. Dasar-dasar Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 1993. Hlm. 142
[3] http://poohzee87.blog.com/psikologi-perasaan/
[4] Drs. Alex Sobur M.Si. Psikologi Umum. Jakarta: Bumi Aksara. 2009. Hlm. 427
[5] Drs. Agus Sujanto. Psikologi Umum. Jakarta: Bumi Aksara. 2009. Hlm. 75



Ardhana, Wayan. Pokok-pokok Jiwa Umum. Surabaya : Usaha Nasional. 1985
Dakir. Dasar-dasar Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 1993
Sawarno, Sarlito Wirawan. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Bulan Bintang. 2006
Sobur, Alex. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia. 2003
Sujanto, Agus. Psikologi Umum. Jakarta : Bumi Aksara. 2009
Ani Pujiastuti. Psikologi Perasaan. 10 November 2015 (pukul 09.20)
http://poohzee87.blog.com/psikologi-perasaan/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH SINGKAT BAHASA INGGRIS - OLD ENGLISH, MIDDLE ENGLISH, DAN MODERN ENGLISH

Asal Mula Bahasa Inggris             Gday teman-teman! Baiklah, setelah sangat lama rumah saya ini terbengkalai, sekarang akhirnya saya bisa aktif lagi di sini, dengan beberapa pembahasan dan konten baru tentunya. Nah di pembahasan bahasa Inggris ini saya mungkin akan mulai dengan sejarahnya aja deh. Karena kurang lengkap rasanya kita mempelajarinya tanpa tau asal-usulnya. Jadi gini teman-teman, bahasa Inggris zaman dulu dengan sekarang itu sangatlah berbeda, bahasa Inggris yang sekarang itu sudah mengalami banyak evolusi dan revolusi dari masa ke masa. Bahasa Inggris itu juga tidak muncul begitu saja, itu sebenarnya adalah hasil dari akulturasi dari beberapa bahasa. Yaitu melalui bangsa-bangsa yang pernah menginvasi Inggris (dulu belum bernama Inggris). Bangsa-bangsa tersebut adalah : a.        Brighton (Suku yang pertama kali menduduki Britania Raya, makanya dinamakan “Britain”, berasal ...

Makalah Tafsir Tarbawi - Metode Pendidikan Yang Terkandung dalam Surah An-Nahl ayat 125 dan surah Al-A'raf 176-177

BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena dengan pendidikan manusia akan mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya. Kemampuan yang dimiliki manusia mampu berinteraksi dengan lingkungannya baik lingkungan fisik, maupun lingkungan sosial, menempatkan peranan, posisi, tugas dan tanggung jawab sebagai makhluk sosial. Pendidikan merupakan suatu wadah untuk menciptakan interaksi antara pendidikan dan anak didik yang didalamnya mengandung nilai, kedua-duanya mempunyai tugas, posisi dan tanggung jawab yang berbeda. Pendidikan bertanggung jawab untuk mengantarkan anak didik kearah kedewasaan susila yang cakap dengan memberikan sejumlah ilmu pengetahuan dan dengan bantuan dan bimbingan dari pendidik. Dalam dunia proses belajar mengajar yang disingkat menjadi PBM, sebuah ungkapan popular kita kenal dengan "metode jauh lebih penting dari materi” demikian urgennya metode dalam p...

Filsafat Modern pada Masa Renaissance dan Aufkarung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tidak banyak orang yang sangat mengetahui, kecuali para sejarawan bahwa Eropa umumnya dan Italia khususnya menjadi modern seperti dewasa ini, sebenarnya telah dimulai sejak zaman Renaissance . Jika zaman Renaissance dimulai sekitar abad ke-14 maka untuk menghasilkan Eropa modern seperti dewasa ini diperlukan kurang lebih lima abad. Modernisasi bagaimana pun memerlukan waktu, bisa panjang bisa pendek tergantung dari berbagai faktor. Dan kini bangsa Indonesia sedang memodernisasi diri dengan harapan dapat menjadi bangsa dan negara yang modern dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain. Mungkinkah itu? Tergantung pada bangsa Indonesia sendiri, bagaimana menyiasatinya dalam dunia, yang semakin kompleks ini. 1.2. Rumusan Masalah 1. Jelaskan tentang latar belakang filsafat modern ! 2. Jelaskan tentang masa Renaissance ! 3. Jelaskan tentang masa Aufklarung ! 4. Bagaimana karakteristik filsafat masa Renaissa...