Langsung ke konten utama

Nasikh dan Mansukh

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dari awal hingga akhir, al-Qur'an merupakan kesatuan utuh. Tak ada pertentangan satu dengan lainnya. Masing-masing saling menjelaskan al-Qur'an yufassir-u ba'dhuhu ba'dha. Dari segi kejelasan, ada empat tingkat pengertian. Pertama, cukup jelas bagi setiap orang. Kedua, cukup jelas bagi yang bisa berbahasa Arab. Ketiga, cukup jelas bagi ulama/para ahli, dan keempat, hanya Allah yang mengetahui maksudnya.
Dalam al-Qur'an dijelaskan tentang adanya induk pengertian hunna umm al-kitabyang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Ketentuan-ketentuan induk itulah yang senantiasa harus menjadi landasan pengertian dan pedoman pengembangan berbagai pengertian, sejalan dengan sistematisasi interpretasi dalam ilmu hukum -hubungan antara ketentuan undang-undang yang hendak ditafsirkan dengan ketentuan-ketentuan lainnya dari undang-undang tersebut maupun undang-undang lainnya yang sejenis, yang harus benar-benar diperhatikan supaya tidak ada kontradiksi antara satu ayat dengan ayat lainnya.
Dalam ilmu tafsir ada yang disebut asbab al-nuzul, yang mempunyai unsur historis cukup nyata. Dalam kaitan ini para mufassir memberi tempat yang cukup tinggi terhadap pengertian ayat al-Qur'an. Dalam konteks sejarah yang menyangkut interpretasi itulah, kita membicarakan masalah nasikh-mansukh.
B.     Rumusan Masalah
1.   Apa yang dimaksud dengan Nasikh dan Mansukh?
2.   Bagaimana Kemungkinan Adanya Nasikh?
3.   Ada Berapa Syarat-syarat Nasikh dan Mansukh?
4.   Apa saja Pembagian Nasikh dan Mansukh?
5.   Apa saja Ruang Lingkup Nasikh dan Mansukh?
6.   Apa  Hikmah Nasikh dan Mansukh?
C.    Tujuan
1.   Mengetahui Apa itu Nasikh dan Mansukh
2.   Mengetahui Bagaimana Kemungkinan Adanya Nasikh
3.   Mengetahui Syarat-syarat Nasikh dan Mansukh
4.   Mengetahui Pembagian Nasikh dan Mansukh
5.   Mengetahui Ruang Lingkup Nasikh dan Mansukh
6.   Mengetahui Hikmah Nasikh dan Mansukh


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Nasikh dan Mansukh
            Dari segi bahasa nasikh bisa diartikan sebagai menghilangkan, pembatalan, menghapus, mengganti, menukar. Adapun menurut istilah dapat dikemukakan beberapa definisi sebagai berikut:
- Menurut Manna’ Khalil al-Qaththan adalah:
رفع الحكم الشرعي بخطاب شرعي
 “Mengangkat atau menghapus hukum syara’ dengan khithab (dalil) syara’ yang lain
- Menurut Muhammad ‘Abd. Adzim al-Zarqaniy:
رفع الحكم الشرعي بدليل شرعي متأخر
 “Mengangkat / menghapus hukum syara’ dengan dalil syara’ yang lain yang datang kemudian”.[1]
            Nasikh menurut istilah ialah membatalkan suatu hokum dengan dalil yang akan datang kemudian. Dan yang dibatalkan disebut mansukh, sedangkan  yang membatkan disebut nasikh. Selanjutkan digunakan ketiga akal tersebut. Baik dengan akal maupun riwayat, nasakh dapat terjadi.Pendapat ini menurut ahli ushul, kecuali nasakh terhadap nash-nash (ayat) Quran. Menurut akal : Kepentingan suatu umat berbeda-beda menurut waktu dan keadaannya. Suatu perbuatan  mungkin berbahaya pada sewaktu-waktu ,tetapi dapat bermanfaat di waktu lain. Karena perbuatan tersebut mula-mula di larang, kemudian di perintahkan. Menurut riwayat Rasulullah pernah shalat menghadap Baitul Maqdis (palestina) selama 18 bulan. Kemudian qiblat tersebut di hapuskan dan dipindahkan ke Makkah (ka’bah).[2]
            Singkatnya, yang dibatalkan disebut mansukh, sedang yang membatalkan disebut Nasikh.
            Tidak ada nasikh bagi hukum syar’i dalam Al-quran dan Sunnah setelah wafatnya Rasulullah SAW. adanya hanya di masa Nabi masih hidup, yang lama-kelamaan secara berangsur-angsur lalu dijalankan dengan tasyri’. Dan dalam lalu lintas perbaikan-perbaikan masyarakat yang diadakan itu dilakukan nasikh beberapa hukum yang dijalankan secara kulli dan juz’i. [3]
2.2. Kemungkinan Adanya Nasikh
            Baik menurut akal maupun menurut riwayat, nasikh dapat terjadi. Pendapat ini sudah disepakati ulama usul, kecuali nasikh terhadap nash-nash (ayat) Al-Quran.
            Menurut akal:
Kepentingan sesuatu umat dapat berbeda-beda menurut waktu dan keadaannya. Sesuatu perbuatan mungkin berbahaya atau merugikan pada sesuatu waktu, tetapi dapat bermanfaat diwaktu lain, karena itu perbuatan tersebut mula-mula dilarang, kemudian diperintahkan.
            Menurut riwayat:
Rasulullah pernah shalat menghadap Baitul Maqdis (Palestina) selama 18 bulan. Kemudian qiblat tersebut dihapuskan dan dipindahkan ke ka’bah (mekkah).[4]
2.3. Syarat-syarat Nasikh dan Mansukh
            Untuk diterima adanya nasikh diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:
a)      Yang dimansukhkan adalah hukum syara’.
b)      Dalil yang menghapus hukum syara’ tersebut harus berupa dalil syara’ seperti Al-Qur’an, hadist, Ijma’ dan Qiyas. Hal ini sesuai dengan firman Allah pada surat an-Nisa’ ayat 59.
c)      Adanya tenggang waktu antara nasakh dan mansukh dalam satu ayat atau dalil pertama dan kedua datang berurut (gandeng ayat). Kalau ditemukan ada kalimat antara nasakh dan mansukh dalam satu kalimat yang harus dilihat adalah apakah kalimat tersebut termasuk kalimat berita berarti kalimat tersebut bukanlah nasakh melainkan takhsis.

d)     Nasikh harus lebih kuat daripada mansukhnya atau sekurang-kurangnya sama, jangan kurang dari itu karena yang lemah tidak akan dapat menghapuskan yang kuat. Karena itu hadits mutawattir dapat menasikh (menghapus) hadis ahad, tetapi sebaliknya hadits ahad tidak dapat menasikh hadits mutawattir.
2.4. Pembagian Nasikh
            1. Menurut jenis Nasikh dan mansukh :
a)      Nasikh Kitab dengan Kitab.
Misalnya firman Allah:
 "Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".( Q.S. al- Baqarah ayat 240)
Dinasikhkan oleh ayat:
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila Telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri merekamenurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat".( Q.S. al- Baqarah ayat 234
b)      Nasikh Kitab dengan Sunnah.
misalnya firman Allah:
“Diwajibkan atas kamu kedatangan (tanda) maut jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya” (Q.S. Al-Baqarah:180)
Dinasikh oleh hadits Nabi SAW:
“Tidak dianggap sah berwasiat untuk ahli waris” (H.R. Turmudzi dan Ibnu Majah)
c)      Nasikh Sunnah dengan Sunnah.
 misalnya hadits Nabi SAW. Yang mengatakan :
“Dahulu aku telah melarang ziarah kubur, maka (sekarang) bolehlah engkau menziarahinya”(H.R. Muslim)
d)     Nasikh Sunnah dengan Kitab.
 misalnya hadits:
“Bahwasanya nabi SAW. Menghadap baitul maqdis dalam shalat selama 6 bulan” (Muttafaqun ‘alaih)
Dinasikh oleh ayat :
“Hadapkanlah mukamu ke arah masjidil haram” (Q.S. Al-Baqarah:144).[5]



          2. Berdasarkan kejelasan dan cakupanya:
a)     Naskh Sharih, yaitu ayat yang secara jelas menghapus hukum yang terdapat pada ayat yang terdahulu. Misal ayat tentang perng (qital) pada ayat 65 surat Al-Anfal(8) yang mengharuskan satu orang muslim melawan sepuluh orang kafir:

يا يها النبي حرض المؤمنين على القتال  ان يكن منكم عشرون صا برون يخلبوا مائتين  وان يكن منكم مائة يخلبوا الفا من الذين كفروا با نهم قوم لايفقهو

Artinya :
“Hai Nabi, korbankanlah semangat orang mukmin untuk berperang jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu, pasti mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) diantara kamu, mereka dapat mengalahkan seribu kafir, sebab oang-orang kafir adalah kaum-kaum yang tidak mengerti. “ ( QS.Al-Anfal : 65 )
Dan menurut jumhur ulama’ ayat ini di-naskh oleh ayat yang mengharuskan satu orang mukmin melawan dua orang kafir pada ayat 66 dalam surat yang sama:

الئن خفف الله عنكم وعلم ان فيكم ضعفا  فا ن يكن منكم ما ئة صا برة يغلبوا مائتين  وان يكن منكم الف يغلبواالفين باذ ن الله والله مع الصبرين

Artinya :
Sekarang Allah telah meringankankamu dan mengetahui pula bahwa kamu memiliki kelemahan. Maka jika ada diantara kamu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang kafir, dan jika diantar kamu terdapat seribu  orang (yang sabar), mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang kafir.” ( QS.Al-Anfal : 66 )
b)    Naskh dhimmy, yaitu jika terdapat dua naskh yang saling bertentangan dan tidak dikompromikan, dan keduanya turun untuk sebuah masalah yang sama, serta keduanya diketahui waktu turunya, ayat yang datang kemudian menghapus ayat yang terdahulu. Misalnya, ketetapan Allah yang mewajibkan berwasiat bagi orang-orang yang akan mati yang terdapat dalam surat Al-Baqarah (2):

كتب عليكم اذاحضراحدكم الموت ان ترك خيراءلوصية للوالدين والااقربين بالمعروف  حقاعلى المتقين .

Artinya :
“Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, untuk berwasiat bagi ibu bapak serta karib kerabatnya secara ma’ruf.“
Ayat ini di-naskh oleh suatu hadist yang mempunyai arti tidak ada wasiat bagi ahli waris.
c)     Naskh kully, yaitu menghapus hukum yang sebelumnya secara keseluruhan. Contohnya, ‘iddah empat bulan sepuluh hari pada surat Al-Baqarah (2) 234 di-naskh oleh ketentuan ‘iddah satu tahun pada ayat 240 dalam surat yang sama.
d)    Naskh juz’i, yaitu menghapus hukum umum yang berlaku pada semua individu dengan hukum yang hanya berlaku bagi sebagian individu,atau menghapus hukum yang bersifat  muthlaq dengan ukum yang muqayyad. Contohnya, hukum dera 80 kali bagi orang yang menuduh seorang wanita tanpa adanya saksi pada surat An-Nur (24) ayat 4, dihapus oleh ketentuan li’an, bersumpah empat kali dengan nama Allah, jika sipenuduh suami yang tertuduh, pada ayat 6 dalam surat yang sama.
3. Dilihat dari segi bacaan dan hukumnya:
a)     Penghapusan terhadap hukum (hukm) dan bacaan (tilawah) secara bersamaan. Ayat-ayat yang terbilang kategori ini tidak dibenarkan dibaca dan diamalkan. Misal sebuah riwayat Al Bukhori Muslim yaitu hadis Aisyah R.A.

كان فيما أنزل من القران عشر رضعات معلومات فتو فيرسول الله صلى الله عليه وسلم وهن فيما يقرأ من القران

Artinya :
“ Dahulu termasuk yang diturunkan (ayat Al-qur’an) adalah sepuluh radaha’at (isapan menyusu) yang diketahui, kemudian di naskh oleh lima (isapan menyusu) yang diketahui. Setelah rasulullah wafat, hukum yang terakhir tetap dibaca sebagai bagian Al-qur’an.
b)    Penghapusan terhadap hukumnya saja sedangkan bacaanya tetap ada. Misalnya ayat tentang mendahulukan sedekah ( QS.Mujadilah : 12 )

يايهاالذين امنوا اذا ناجيتم الرسول فقد موابين يدي نجوكم صدقة  ذ لك خيرلكمواطهر  فان لم تجدوا فان الله غفوررحيم

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaknya kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih bersih, jika kamu tiada memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang“ ( QS.Mujadilah : 12 ).
Ayat ini di Naskh oleh surat yang sama ayat 13:

ءاشفقتم ان تقدموا بين يدي نجو كم صدقت  فاذلمتفعلواوتاب الله عليكم فاقيمواالصلوة واتواالزكوة واطيعواالله ورسوله  والله خبيربما تعملون

Artinya:
“Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul?maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi tobat kepadamu, maka dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.“ (QS.Al-Mujadilah:13)
c)     Penghapusan terhadap bacaan saja, sedangkan hukumnya tetap berlaku. Contoh kategori ini biasanya diambil dari yat rajam. Mula-mula ayat  rajam ini terbilang ayat Al-Qur’an. Ayat yang dinyatakan mansukh bacaanya, sementara hukumnya tetap berlaku itu adalah :

أذازناالشيخ والشيخة فارجموهما

Artinya :
“ Jika seorang pria tua dan wanita tua berzina, maka rajamlah keduanya“.

Cerita tentang ayat orang tua berzina diataas diturunkan berdsarkan riwayat Ubay bin Ka’ab bin Abu Umamah bin Sahl menurunkan bunyi yang bernada mengenai ayat yang dianggap bacaanya mansukh itu. Umamah mengatakan bahwa Rasulullah telah mengajarkan kami membaca ayat rajam :

الشيخ والشيخة فارجموهما البتة بماقضيا من الذة

Artinya :
“Seorang pria tua dan seorang wanita tua, rajamlah mereka lantaran apa yang mereka perbuat dalam bentuk kelezatan (zina)”
2.5. Ruang Lingkup Nasikh dan Mansukh
Imam Suyutti mengatakan ; Bahwa naskh hanya terjadi pada perintah(amr), dan larangan (nahyi), baik yang diungkap dengan redaksi sharikh (tegas) atau yang tidak tegas,Atau yang diungkap dengan kalimat berita (khabar), yang bermakna amr (perintah), atau yang bermakna nahy (larangan).
Dan persoalan tersebut di atas, tidak berhubungan dengan persoalan, akidah, baik mengenai Dzat Allah dan sifat-sifatNya, Kitab-kitabNya, Rasul-Nya, hari kiamat, janji dan ancaman, dan tidak bertentangan etika dan akhlaq, serta ibadah dan mua’malah, karena syari’at

شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَاوَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَمَاوَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَوَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلاَتَتَفَرَّقُوا فِيهِ


Artinya:
“Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya”. (Q.S.As-Syuraa: 13)
2.6. Hikmah Adanya Naskih Mansukh
Adanya nasikh-mansukh tidak dapat dipisahkan dari sifat turunnya al-Qur'an itu sendiri dan tujuan yang ingin dicapainya. Turunnya Kitab Suci al-Qur'an tidak terjadi sekaligus, tapi berangsur-angsur dalam waktu 20 tahun lebih. Hal ini memang dipertanyakan orang ketika itu, lalu Qur'an sendiri menjawab, pentahapan itu untuk pemantapan, khususnya di bidang hukum. Dalam hal ini Syekh al-Qasimi berkata, sesungguhnya al-Khalik Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi mendidik bangsa Arab selama 23 tahun dalam proses tadarruj (bertahap) sehingga mencapai kesempurnaannya dengan perantaraan berbagai sarana sosial. Hukum-hukum itu mulanya bersifat kedaerahan, kemudian secara bertahap diganti Allah dengan yang lain, sehingga bersifat universal.
Demikianlah Sunnah al-Khaliq diberlakukan, terhadap, perorangan, dan, bangsa-bangsa, dengan, sama. Jikaengkau melayangkan pandanganmu ke alam yang hidup ini, engkau pastikan mengetahui bahwa naskh (penghapusan) adalah undang-undang alami yang lazim, baik dalam bidang material maupun spiritual, seperti proses kejadian manusia dari unsur-unsur sperma  dan telur  kemudian menjadi janin, lalu berubah menjadi anak, kemudian tumbuh menjadi remaja, dewasa, kemudian orang tua dan seterusnya. Syari'at Allah adalah perwujudan dari rahmat-Nya. Dia-lah yang Maha Mengetahui kemaslahatan hidup hamba-Nya. Melalui sarana syari'at-Nya, Dia mendidik manusia hidup  tertib dan adil untuk mencapai kehidupan yang aman, sejahtera dan bahagia di dunia dan di akhirat.[6]













BAB III
PENUTUP


3.1. Simpulan
Dari segi bahasa nasikh bisa diartikan sebagai menghilangkan, pembatalan, menghapus, mengganti, menukar. menurut akal maupun menurut riwayat, nasikh dapat terjadi. Pendapat ini sudah disepakati ulama usul, kecuali nasikh terhadap nash-nash (ayat) Al-Quran.
Nasikh itu ada yang Nasikh Kitab dengan Kitab, Kitab dengan Sunnah, Sunnah dengan Kitab, serta Sunnah dengan Sunnah. Imam Suyutti mengatakan ; Bahwa naskh hanya terjadi pada perintah(amr), dan larangan (nahyi), baik yang diungkap dengan redaksi sharikh (tegas) atau yang tidak tegas,Atau yang diungkap dengan kalimat berita (khabar), yang bermakna amr (perintah), atau yang bermakna nahy (larangan).

3.2. Saran
Kami mengetahui bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, untuk kedepannya para pembaca dapat menambahkan hal-hal yang kurang dalam karya tulis ini. Penulis juga berharap bahwa nantinya para pembaca banyak mengetahui tentang Ulumul Quran khususnya Nasikh dan Mansukh.




[1] Muhammad Abd Azhim Al-Zarqany, Manahil al-Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an, H. 176
[2] Hanafie M.A, Usul Fiqh, (Jakarta: Widjaya, 1975), H. 92-93
[3] Syekh Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Usul Fikih, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), H. 281
[4] A. Hanafie M.A., Usul Fiqh, (Jakarta: Widjaya, 1975), H. 93

[5] Drs. Moh. Rifa’I, Ushul Fikih, (Bandung: Alma’arif, 1987), H. 105
[6] Manna’ Khalil Al-Qattan, Manahits fi ‘Ulumil Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2011), hlm. 226





Al-Zarqani, Muhammad Abdul Azhim. Manahil al-irfan fi ‘Ulum al-Qur’an.
Hanafie. 1975. Usul Fiqh. Jakarta: Widjaya.
Khallaf, Syekh Abdul Wahab. 1993Ilmu Usul Fikih. Jakarta: Rineka Cipta.
Rifa’I, Moh. 1987.Ushul Fikih. Bandung: Alma’arif.
Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2011. Mabahits fi ‘ulumil Quran. Bogor: Pustaka Litera AntarNusa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH SINGKAT BAHASA INGGRIS - OLD ENGLISH, MIDDLE ENGLISH, DAN MODERN ENGLISH

Asal Mula Bahasa Inggris             Gday teman-teman! Baiklah, setelah sangat lama rumah saya ini terbengkalai, sekarang akhirnya saya bisa aktif lagi di sini, dengan beberapa pembahasan dan konten baru tentunya. Nah di pembahasan bahasa Inggris ini saya mungkin akan mulai dengan sejarahnya aja deh. Karena kurang lengkap rasanya kita mempelajarinya tanpa tau asal-usulnya. Jadi gini teman-teman, bahasa Inggris zaman dulu dengan sekarang itu sangatlah berbeda, bahasa Inggris yang sekarang itu sudah mengalami banyak evolusi dan revolusi dari masa ke masa. Bahasa Inggris itu juga tidak muncul begitu saja, itu sebenarnya adalah hasil dari akulturasi dari beberapa bahasa. Yaitu melalui bangsa-bangsa yang pernah menginvasi Inggris (dulu belum bernama Inggris). Bangsa-bangsa tersebut adalah : a.        Brighton (Suku yang pertama kali menduduki Britania Raya, makanya dinamakan “Britain”, berasal ...

Makalah Tafsir Tarbawi - Metode Pendidikan Yang Terkandung dalam Surah An-Nahl ayat 125 dan surah Al-A'raf 176-177

BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena dengan pendidikan manusia akan mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya. Kemampuan yang dimiliki manusia mampu berinteraksi dengan lingkungannya baik lingkungan fisik, maupun lingkungan sosial, menempatkan peranan, posisi, tugas dan tanggung jawab sebagai makhluk sosial. Pendidikan merupakan suatu wadah untuk menciptakan interaksi antara pendidikan dan anak didik yang didalamnya mengandung nilai, kedua-duanya mempunyai tugas, posisi dan tanggung jawab yang berbeda. Pendidikan bertanggung jawab untuk mengantarkan anak didik kearah kedewasaan susila yang cakap dengan memberikan sejumlah ilmu pengetahuan dan dengan bantuan dan bimbingan dari pendidik. Dalam dunia proses belajar mengajar yang disingkat menjadi PBM, sebuah ungkapan popular kita kenal dengan "metode jauh lebih penting dari materi” demikian urgennya metode dalam p...

Filsafat Modern pada Masa Renaissance dan Aufkarung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tidak banyak orang yang sangat mengetahui, kecuali para sejarawan bahwa Eropa umumnya dan Italia khususnya menjadi modern seperti dewasa ini, sebenarnya telah dimulai sejak zaman Renaissance . Jika zaman Renaissance dimulai sekitar abad ke-14 maka untuk menghasilkan Eropa modern seperti dewasa ini diperlukan kurang lebih lima abad. Modernisasi bagaimana pun memerlukan waktu, bisa panjang bisa pendek tergantung dari berbagai faktor. Dan kini bangsa Indonesia sedang memodernisasi diri dengan harapan dapat menjadi bangsa dan negara yang modern dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain. Mungkinkah itu? Tergantung pada bangsa Indonesia sendiri, bagaimana menyiasatinya dalam dunia, yang semakin kompleks ini. 1.2. Rumusan Masalah 1. Jelaskan tentang latar belakang filsafat modern ! 2. Jelaskan tentang masa Renaissance ! 3. Jelaskan tentang masa Aufklarung ! 4. Bagaimana karakteristik filsafat masa Renaissa...