A. Ilmu Pengetahuan
1. Pengertian
Ilmu
pengetahuan lazim digunakan sebagai dalam pengertian sehari-hari, terdiri dari
dua kata, ”ilmu” dan” pengetahuan” yang masing - masing mempunyai identitas
sendiri. Dalam pembicaraan “pengetahuan” saja akan menghadapi berbagai masalah,
seperti kemampuan indera dalam memahami fakta pengalaman dan dunia relitas,
hakikat pengetahuan, kebenaran, kebaikan, membentuk pengetahuan dan sumber
pengetahuan. Keseluruhannya telah lama dipersoalkan oleh ahli filsafat seperti
socrates, plato, dan aristoteles dimana teori ilmu pengetahuan merupakan cabang
atau sistem filsafat. Oleh J.P Farrier dalam institutes of metaphiscs (1854),
pemikiran tentang teori pengetahuan itu disebut ”epistemologi”
(epistem=pengetahuan, logos=pembicaraan/ilmu).
Ilmu
pengetahuan dikalangan ilmuan ada keseragaman pendapat, bahwa ilmu itu tersusun
dari pengetahuan secara teratur, yang diperoleh dengan pangkal tumpuan (objek)
tertentu dengan sistematis, metode, rasional/logis, empiris, umum, dan
akumulatif. pengertian pengetahuan sebagai istilah filsafat tidaklah sederhana
karena bermacam - macam pandangan dan teori (epistimologi), diantaranya
pandangan aristoteles, bahwa pengetahan merupakan pengetahuan yang dapat di
inderai dan dapat merangsang budi. menurut descartes ilmu pengetahuan merupakan
serba budi. oleh bacon dan david home diartikan sebagai pengalaman indera dan
batin. Menurut immanuel kant pengetahuan merupakan persatuan budi dan
pengalaman. dari berbagai macam pandangan tentang pengetahuan di peroleh sumbe-sumber
pengetahuan berupa ide, kenyatan, kegiatan akal-budi, pengalaman, sentesis budi
atau meragukan karena tak adanya sarana untuk mencapai pengetahuan yang pasti.[1]
Untuk
membuktikan apakah isi pengetahuan itu benar,perlu berpangkal pada teori-teori
kebenaran pengetahuan. Teori pertama bertitik tolak adanya hubungan
dalil,dimana pengetahuan dianggap benar apabila dalil(proposisi) itu mempunyai
hubungan dengan dalil (proposisi) yang terdahulu.kedua, pengetahuan itu benar
apabila ada kesesuaian dengan kenyataan, bahwa pengetahuan itu benar apabila
mempunyai konsekuensi praktis dalam diri yang mempunyai pengetahuan itu.
2. Sikap yang Bersifat Ilmiah
Untuk
mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah dan objektif di perlukan sikap yang
bersifat ilmiah. Bukan membahas tujuan ilmu, melainkan mendukung dalam mencapai
tujuan dalam ilmu itu sendiri, sehingga benar-benar objektif, terlepas dari
prasangka pribadi yang bersifat subjektif. Sikap yang bersifat ilmiah itu
meliputi empat hal:
a. Tidak
ada perasaan yang bersifat pamrih sehingga mencapai pengetahuan ilmiah yang
objektif.
b. Selektif,
artinya mengadakan pemilihan terhadap
problema yang dihadapi supaya didukung oleh fakta atau gejala, dan
mengadakan pemilihan terhadap hipotesis
yang ada.
c. Kepercayaan
yang lekang terhadap kenyataan yang tak dapat diubah maupun
terhadap alat indera dan budi yang
di gunakan untuk mencapai ilmu.
d. Merasa
pasti bahwa setiap pendapat, teori maupun
oksioma terdahulu telah mencapai kepastian, namun masih terbuka untuk
dibuktikan kembali.[2]
B. Teknologi
1. Pengertian
Dalam
kepustakaan teknologi terdapat aneka ragam pendapat yang menyatakan bahwa
teknologi adalah transformasi (perubahan bentuk) dari alam, teknologi adalah
realitas/kenyataan yang diperoleh dari dunia ide, teknologi dalam makna subjektif
adalah keseluruhan peralatan dan prosedur yang disempurnakan, sampai pernyataan
bahwa teknologi adalah segala hal, dan segala hal adalah teknologi.[3]
Istilah teknologi berasal dari kata
techne dan logia. Kata yunani kuno techne berarti seni kerajinan. Dari techne
kemudian lahirlah perkataan technikos yang berarti seseorang yang memiliki
keterampilan tertentu. Dengan berkembangnya keterampilan seseorang yang menjadi
semakin tetap karena menunjukkan suatu pola, langkah, dan metode yang pasti,
keterampilan itu lalu menjadi teknik.
Sampai pada permulaan abad XX ini,
istilah teknologi telah dipakai secara umum dan merangkum suatu rangkaian
sarana, proses, dan ide disamping alat-alat dan mesin-mesin. Perluasan arti itu
berjalan terus sampai pertengahan abad
ini muncul perumusan teknologi sebagai sarana atau aktifitas yang dengannya
manusia berusaha mengubah dan menangani lingkungan. Ini merupakan suatu
pengertian yang sangat luas karesna setiap sarana perlengkapan maupun kultural
tergolong suatu teknologi.
Teknologi dianggap sebagai penerapan
ilmu pengetahuan, dalam pengertian bahwa penerapan itu menuju pada perbuatan
atau perwujudan sesuatu. Kecenderungan ini pun mempunyai suatu akibat dimana
kalau teknologi dianggap sebagai penerapan ilmu pengetahuan, dalam perwujudan
tersebut maka dengan sendirinya setiap jenis teknologi/sebagian ilmu
pengetahuan dapat ada tanpa berpasangan dengan ilmu pengetahuan dan pengetahuan
tentang teknologi perlu disertai oleh pengetahuan akan ilmu pengetahuan yang
menjadi pasangannya.
2. Problema Lingkungan
David L. Sill, menyatakan bahwa
problema lingkungan itu ada 5, yaitu:
1. Prejude (purbasangka)
2. Peace ( perdamaian)
3. Population (penduduk)
4. Poverty (kemiskinan)
5. Pollution (pencemaran)
Persoalan purbasangka sering membuat
lingkungan tidak aman dan nyaman karena menimbulkan sikap iri, kecemburuan
sosial, memperlemah solidaritas, dan tentu menimbulkan berpikir negative yang
dapat mendorong perilaku destruktif. Sikap prejudice ini akan mendorong pula
perilaku anarki dan dapat menimbulkan peperangan, baik antara kelompok
masyarakat maupun bangsa, sehingga hilangnya perdamaian (peace). Persoalan
seperti ini dapat diperparah tatkala daya dukung ruang dan jasa tidak sebanding
dengan jumlah dan pertumbuhan penduduk, oleh karena persoalan kependudukan
(population) baik dalam kualitas, kuantitas, penyebaran dan pertumbuhannya
selalu menjadi perhatian Negara kita, karena setiappenambahan jumlah penduduk
membutuhkan kesempatan kerja dan usaha, membutuhkan peningkatan layanan
pendidikan dan kesehatandan sebagainya. Sementara ruang tidak bertambah, bahkan
lahan produksi (khususnya pertanian) tergusur untuk kepentingan sarana lain
yang membutuhkan untuk kepentingan penduduk itu sendiri. Ketika daya dukung
lingkungan (ruang dan jasa) tidak sepadan dengan laju pertambahan penduduk,
maka akibatnya akan menimbulkan kemiskinan. Persoalan kemiskinan baik secara
structural, karena kekurangan factor daya dukung tadi apalagi kemiskinan mental
karena factor individu, sering merupakan siklus (benang kusut) yang
menghadirkan dan mewariskan kemiskinan berikutnya, dan jawaban terakhir dari
pertanyaan mengapa seseorang miskin adalah karena orang itu miskin. Masyarakat
yang miskin karena penduduknya padat yang hidup dalam ketegangan sosial akibat
prejudice warganya, diperparah dengan lingkungan yang kumuh, sanitasi tidak
sehat, udara yang pengap, suara yang bising, airnya kotor melengkapi problema
sosian dan budaya yang diungkapkan oleh David L. Sill. Dan kondisi seperti itu
merupakan potert kehidupan di kota-kota (pinggiran kota) besar di Indonesia,
khususnya di pulau jawa
3. Teori Problema Lingkungan
Ada beberapa teori yang berbeda untuk
memulai darimana menyelesaikan problema sosial tersebut, teori-teori tersebut
adalah:
a. Teori
MODERNISASI: menganggap kualitas hidup manusia ditenttukan oleh karakter mental
psikologis dan sosial budayanya sendiri.
b. Teori HUMAN
CAPITAL (pengembangan SDM): memandang bahwa lingkungan sosial tergantung
penguasaan iptek warga masyarakat di samping mental, psikologis, dan sosial
budaya.
c. Teori DEPENDENCY
(ketergantungan): yang mengatakan bahwa ketergantungan disebabkan eksploitasi
pihak luar, oleh karena lingkungan sosial harus dilakukan atas dasar kemampuan
sendiri.
d. Teori
DETERMINISME GEOGRAFI: yang memandang bahwa kondisi lingkungan geografi
menentukan corak dan kualitas hidup masyarakat.
C. Kemiskinan
1. Pengertian
Stratifikasi sosial berasal dari
kiasan yang menggambarkan keadaan kehidupan masyarakat manusia pada
umunya. Menurut Petirin A. Sorokin, bahwa
stratifikasi soisal ( social stratification ) adalah perbedaan penduduk atau
masyarakat ke dalam kelas – kelas secara bertingkat ( secara hierarakis ).
Perwujudannya adalah adanya kela-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah.
Selanjutnya Sorokin menjelaskan bahwa dasar dan inti lapisan-lapisan dalam
masyarakat adalah karena tidak ada keseimbangan dalam pembagian hak-hak dan
kewajiban-kewajiban, kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai sosial
dan pengaruhnya diantara anggota-anggota masyarakat. Lapisan-lapisan ini dalam
masyarakat itu ada sejak manusia mengenal kehidupan bersama dalam masyarakat.
Mula-mula lapisan-lapisan didasarkan pada pembedaan jenis kelamin, perbedaan
antara pemimpin dan yg dipimpin, pembagian kerja dan sebagainya. Semakin kompleks
dan majunya pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat, maka system
lapisan-lapisan dalam masyarkat akan semakin kompleks pula.[4]
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(1993: 3) menjelaskan kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi
bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari
dengan kekuatan yang ada padanya. Pendapat lain dikemukakan oleh Ala dalam
Setyawan (2001: 120) yang menyatakan kemiskinan adalah adanya gap atau jurang
antara nilai-nilai utama yang diakumulasikan dengan pemenuhan kebutuhan akan
nilai-nilai tersebut secara layak. Menurut Chambers dalam Ala (1996:18), ada
lima ketidakberuntungan yang melingkari kehidupan orang atau keluarga miskin
yaitu:
·
kemiskinan (poverty);
·
fisik yang lemah (physical weakness);
·
kerentanan (vulnerability);
·
keterisolasian (isolation);
·
ketidakberdayaan (powerlessness).
Kelima
hal tersebut merupakan kondisi nyata yang ada pada masyarakat miskin di negara
berkembang.
2. Teori-teori tentang Kemiskinan
Menurut Soerjono Soekanto (1982),
selama dalam suatu masyarakat ada sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat
mempunyai sesuatu yang dihargai, maka hal itu akan menjadi bibit yang dapat
menumbuhkan adanya sistem yang berlapis-lapisan dalam masyarakat itu. Barang
sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat itu mungkin berupa uang atau
benda-benda yang benilai ekonomis, mungkin juga berupa tanah, kekuasaan, ilmu
pengetahuan, kesalehan dalam beragama atau mungkin juga keturunan dari keluarga
terhormat. Hassan shadilymengatakan bahwa pada umumnya lapisan dalam
masayarakat menunjukkan keadaan senasib. Dengan paham ini kita mengenal lapisan
yang terendah, yaitu lapisan pengemis, lapisan rakyat dan sebagainya, persamaan
batin ataupun kepandaian: lapisan terpelajar dan sebagainya.[5]
Menurut Petirim A. sorokin, bahwa
sistem berlapis-lapis itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap
masyarakat. Bagi siap saja yang memiliki sesuatu yang dihargai atau dibanggakan
dalam jumlah yang lebih dari pada yang lainnya, maka ia akan dianggap mempunyai
status yang lebih tinggi pula dalam masyarakat. Sebaliknya bagi mereka yang
hanya mempunyai kuantitas sesuatu yang dibanggakan lebih sedikit, maka ia akan
dianggap mempunyai status dalam masyarakat yang lebih rendah. Bagi seseorang
yang memilki status, baik yang rendah maupun yang tinggi, sama-sama sifat yang
kumulatif; artinya bagi mereka yang mempunyai status ekonomi yang tinggi
biasanya relatif mudah ia akan dapat menduduki status-status yang lain, seperti
status social, politik ataupun kehormatan tertentu dalam masyarakat. Begitu
juga bagi mereka yang sedikit mempunyai status atau mereka yang tidak memiliki
status sama sekali sesuatu yang dibanggakan, biasanya mereka akan cenderung
semakin sulit untuk dapat naik status, atau bahkan dapat dikatakan sebagai
seseorang yang miskin cenderung semakin menjadi-jadi kemiskinannya.[6]
Menurut Suparlan (1995: xi) kemiskinan
dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu
adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang
dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam mayarakat yang
bersangkaut. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak
pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari
mereka yang tergolong sebagai orang miskin.
3. Penyebab Kemiskinan
a. Penyebab
individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari
perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin. Namun lebih tepatnya terletak
pada perbedaan kualitas sumber daya manusia dan perbedaan akses modal.
b. Penyebab
keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga.
c. Penyebab
sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan
sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
d. Penyebab agensi,
yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang,
pemerintah, dan ekonomi. Karena ciri dan keadaan masyarakat dalam suatu daerah
sangat beragam (berbeda) ditambah dengan kemajuan ekonomi dan pertumbuhan
ekonomi yang masih rendah.
e. Penyebab
struktural, yang membserikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari
struktur social dan kebijakan pemerintah. Kebijakan dalam negeri seringkali
dipengaruhi oleh kebijakan luar negeri atau internasional antara lain dari segi
pendanaan. Dan yang paling penting adalah Ketidakmerataannya Distribusi
Pendapatan yang dilaksanakan oleh pemerintah.
4. Ukuran Kemiskinan
a. Kemiskinan
Absolut
Konsep
kemiskinan pada umumnya selalu dikaitkan dengan pendapatan dan kebutuhan, kebutuhan
tersebut hanya terbatas pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar ( basic need
).
Kemiskinan
dapat digolongkan dua bagian yaitu :
· Kemiskinan untuk
memenuhi bebutuhan dasar.
· Kemiskinan untuk
memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.
b. Kemiskinan
Relatif
Menurut
Kincaid ( 1975 ) semakin besar ketimpang antara tingkat hidup orang kaya dan
miskin maka semakin besar jumlah penduduk yang selalu miskin. Yakni dengan
melihat hubungan antara populasi terhadap distribusi pendapatan.
5. Upaya Pemerintah dalam Mengurangi Kemiskinan
Dalam sisitem kapitalistik yang
berlaku di Indonesia, penetapan pajak pendapatan/penghasilan merupakan solusi
untuk mengurangi terjadinya ketimpangan. Dengan mengurangi pendapatan penduduk
yang pendapatannya tinggi, sebaliknya subsidi akan membantu penduduk yang
pendapatannya rendah, asalkan tidak salah sasaran dalam pemberiannya. Pajak
yang telah dipungut apalagi menggunakan sistem tarif progresif (semakin tinggi
pendapatan, semakin tinggi prosentase tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk
membiayai roda pemerintahan, subsidi dan proyek pembangunan. Namun kenyataanya
tidaklah demikian. Pajak tidak hanya dibebankan pada orang kaya tetapi semua
komponen masyarakat tanpa pandang kaya atau miskin semua dikenai pajak. Inilah
yang menyebabkan permasalahan kemiskinan tak kunjung selesai.
Seperti inilah sistem atau cara
pengenaan pajak kepada para wajib pajak yang terjadi dalam sistem kapitalis di
Indonesia saat ini;
a. Pajak progresif
atau progressive tax Yaitu pajak yang dikenakan semakin berat kepada mereka
yang berpendapatan semakin tinggi. Contoh : pajak pendapatan, pajak rumah
tangga dan sebagainya
b. Pajak degresif
atau degressive tax Yaitu pajak yang dikenakan semakin berat kepada mereka yang
pendapatannya semakin kecil. Contoh : pajak penjualan, pajak tontonan dan
sebagainya.
c. Pajak proposional
atau proposional tax Yaitu pajak yang dikenakan berdasarkan pembebanan
(persentase) yang sama terhadap semua tingkat pendapatan.
d. Secara lebih
rinci langkah-langkah yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah
kemiskinan di tahun 2012 adalah sebagai berikut :
· Pembangunan
Sektor Pertanian Sektor pertanian memiliki peranan penting di dalam pembangunan
karena sektor tersebut memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pendapatan
masayrakat dipedesaan berarti akan mengurangi jumlah masyarakat miskin.
Terutama sekali teknologi disektor pertanian. Menyoroti potensi pesatnya
pertumbuhan dalam sektor pertanian yang dibuka dengan kemajuan teknologi
sehingga menjadi leading sector(rural – led development) proses ini akan
mendukung pertumbuhan seimbang dengan syarat, kemampuan mencapai tingkat
pertumbuhan output pertanian yang tinggi serta dengan menciptakan pola
permintaan yang kondusif pada pertumbuhan. Berdasarkan hasil pengembangan
teknologi dalam bidang pertanian, ada banyak cara ataupun metode dalam
mengembangkan pertanian masyarakat pedesaan, contoh kecilnya yaitu metode
memperbanyak bibit unggul melalui kultur jaringan. Sedangkan dalam menangani
hama pertanian ialah pembudidayaan tanaman anti hama yang telah direkayasa gen
nya dengan teknologi radiasi sinar- X, dan masih banyak lagi.
· Pembangunan
Sumber Daya manusia Sumberdaya manusia merupakan investasi insani yang
memerlukan biaya yang cukup besar, diperlukan untuk mengurangi kemiskinan dan
meningkatkan kesejahteraan masyrakat secara umum, maka dari itu peningkatan
lembaga pendidikan, kesehatan dan gizi merupakan langka yang baik untuk
diterapkan oleh pemerintah. Bila dikaitkan pada sektor pertanian, akan lebih
berkembang jika kebijakan pemerintah bisa menitikberatkan pada transfer sumber
daya dari pertanian ke industri melalui mekanisme pasar. Dalam hal ini tentu
sangat diharapkan pula dengan kemajuan masyarakat dalam memahami teknologi
mampu mengembangkan teknologi yang telah ada.
· Peranan Lembaga
Swadaya Masyarakat Mengingat LSM memiliki fleksibilitas yang baik dilingkungan
masyarakat sehingga mampu memahami komunitas masyarakat dalam menerapkan
rancangan dan program pengentasan kemiskinan. Penyuluhan lingkungan untuk
menghindari praktek distribusi yang menggunakan barang-barang yang merusak
masyarakat. Misalnya, minuman keras, obat terlarang, dan pembajakan, lantaran
dalam Islam distribusi tidak hanya didasarkan optimalisasi dampak barang
tersebut terhadap kemampuan orang. Tapi, pengaruh barang tersebut terhadap
prilaku masyarakat yang mengkonsumsinya.
· Redistribusi
Pendapatan secara lebih baik Negara akan ikut bertanggungjawab terhadap
mekanisme distribusi dengan mengedepankan kepentingan umum daripada kepentingan
kelompok, atau golongan lebih-lebih kepentingan perorangan. Dengan demikian,
sektor publik yang digunakan untuk kemaslahatan umat jangan sampai jatuh ke
tangan orang yang mempunyai visi kepentingan kelompok, golongan dan kepentingan
pribadi.
· Pembangunan
Infrastruktur Negara akan menyediakan fasilitas-fasilitas publik yang
berhubungan dengan masalah optimalisasi distribusi pendapatan. Seperti sekolah,
rumah sakit, lapangan kerja, perumahan, jalan, jembatan dan lain sebagainya.
Dalam masalah pembangunan juga sangat diperlukan peran penting teknologi dalam
mewujudkannya.
Komentar
Posting Komentar